RADAR NONSTOP - Bully dan cap hanya jago retorika kerap dialamatkan ke Anies Baswedan. Gubernur DKI Jakarta itu hampir setiap hari menerima bully.
Anehnya bully berjalan masif dan tersetruktur. Bahkan akun pembully itu-itu saja. Jika dicek, akun pembully itu umumnya memang orang yang bersebrangan dengan Anies sejak Pilkada 2017.
Bully kian seragam saat pandemi Corona. Anies dicap memanipulasi data, cari panggung hingga amburadulnya data penerima Bansos.
BERITA TERKAIT :Lawrence Wong Kena COVID-19, Yang MMau Liburan Ke Singapura Waspada
Rakyat Menderita Saat Corona, Koruptor Malah Beli Pabrik Air Minum Di Bogor
Padahal di Jawa Barat, slip data Bansos juga terjadi. Begitu juga di Jawa Tengah saat warga mengembalikan Bansos karena merasa tidak berhak dapat.
Tapi nasib Kang Emil sapaan akrab Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo lebih beruntung. Karena, amburadulnya data tidak viral.
Lucunya, Anies tak pernah menanggapi para pembully. Dia juga enggan lapor ke Polda Metro Jaya seperti kepala daerah lain yang baperan. Lalu, kenapa Anies harus dibully?
Kenapa mereka gelisah dengan Anies?
Toh Pilpres 2024 masih jauh. Dan Anies pun tak punya partai atau tercatat sebagai kader parpol. Apa yang harus digelisahkan.
Jika mengutip Rock Gerung saat ILC, pembully Anies itu seperti dikomando dan konsisten. Anehnya makin dibully, makin banyak juga yang memuji Anies.
Bahkan, baru-baru ini tiga menteri kompak menuding Anies. Tapi lagi-lagi Anies diam dan biasa saja.
Anies nampaknya ogah terpancing karena dia masih menikmati kerja dalam menuntaskan Corona dan janjinya saat pilkada.
Lalu, kenapa kaum nyinyir selalu gelisah dengan Anies. Mungkin, bisa saja, kaum nyinyir itu khawatir Anies melambung meninggalkan tokoh jagoannya di 2024.