Jumat,  22 November 2024

OPINI

Menebak Arah Gerakan Tolak UU Cipta Kerja

YDH/RN
Menebak Arah Gerakan Tolak UU Cipta Kerja


Penulis: Ali Mahyail F, Pemerhati Sosial 

Setelah disahkan tanggal 5 Oktober 2020, maka gerakan rakyat dan mahasiswa mulai melakukan ‘long march’. Gerakan ini menolak UU Cipta Kerja.

Gerakan yang awalnya diinisiasi oleh organ-organ buruh  mulai menemukan momentum untuk berkolaborasi dengan mahasiswa, pemuda dan bahkan pelajar untuk menolak Undang-undang Cipta Kerja tersebut. Kaum penolak menyebutnya Undang-undang CILAKA (Cipta Lapangan Kerja).

BERITA TERKAIT :
Jual Rumah Gampang-Gampang Susah, Begini Tips Agar Cepat Laku
Gelar Tasyakuran Di Dapil II Jakarta Utara Bareng Akar Rumput Demokrat, Bunda Neneng Mulai Gaspoll Menangkan Pasangan RK-Suswono

Proses pematangan dan kelahiran UU ini dinilai cacat, baik secara prosedur maupun substansi. Banyak kalangan yang masih terus mengkritisi, bahkan ormas Islam terbesar di negeri ini. Sebut saja NU dan Muhammadiyah yang belum bisa menerima sebagian isi dari UU tersebut.

Dengan kondisi seperti itu ditulis dengan nada satire oleh Erros Djarot: Ketika palu omnibus law diketuk dalam kegelapan, maka rakyatpun berbondong turun kejalan sambil membawa obor untuk menghalau kegelapan, mereka meneriakkan tuntutan: Keadilan Harus Ditegakkan!”.

Kenapa Omnibus Law mampu menyatukan dan menggerakkan seluruh elemen msyarakat (Pekerja, buruh, mahasiswa dan pelajar). Berhari-hari dan ber jilid-jilid, merata hampir diseluruh kota besar di Indonesia mereka menggelar aksi menolak.

Aksi serentak itu maka dapat dipastikan ada suasana kebatinan yang sama walaupun ada beberapa kasus yang diungkap polisi bahwa mereka yang demo itu tidak mengerti isi  UU Ciptaker tersebut. Tetapi secara keseluruhan ada kesamaan ‘sesuatu’ yang mereka rasakan, yaitu: Rasa keadilan yang terkoyak!.

Pemerintah sepertimya harus mengeluarkan semua jurus simpanan untuk meredupkan gerakan itu. Mulai dari melakukan klarifikasi bahwa UU tersebut semata-mata hanya demi kebaikan rakyat, dan proses kelahirannya pun sudah melalui prosedur yang benar, pemerintah juga melakukan cara-cara persuasif (undangan dialog tokoh gerakan) bahkan sampai melakukan tindakan yang terkesan ekstrim/repressif (kekerasan dan penangkapan aktifis). Tetapi kenapa gerakan tolak UU Ciptaker tersebut belum juga surut? 

Kemana arah gerakan ini sesungguhnya, dan seberapa kuat gerakan ini akan terus berlanjut?

Sesungguhnya demontrasi (baca gerakan) menolak memang bukan gerakan yang langsung menohok pusat kekuasaan politik nasional. Isu yang diusungpun lebih dominan kepada klaster ketenaga kerjaan, kontrak kerja seumur hidup, tunjangan PHK yang dikurangi, serta persoalan-persoalan ketenaga kerjaan lainnya, sedikit tambahan issu misalnya soal ‘karpet merah’ untuk investor asing.

Pada paragraf pertama, murni persoalan buruh, disitulah kaum buruh akan berjibaku dan berjuang untuk mempertaruhkan eksistensinya, 'no point to return, tidak ada kata berhenti' begitu kata pemimpinnya. Gerakan kaum buruh memang seringkali menjadi gerakan yang panjang dan kuat staminannya.

Lalu, mahasiswa dan pemuda ambil posisi, menyuarakan keadilan rakyat. Tentang hak hak rakyat yang terancam di rampas bahkan tentang kepemimpinan nasional yang dinilai gagal dalam mensejahterakan rakyat.

Gerakan mahasiswa kali ini memang terbilang masif dan panjang karena menemukan momentum. Tapi, saat ini kondisi pemerintah begitu kuat dengan dukungan mayoritas parlemen dan semua eksekutif.