RADAR NONSTOP - Sudah jatuh tertimpa tangga, begitulah gambaran maskapai penerbangan Lion Air saat ini. Pasca jatuhnya JT 610, satu persatu borok Lion Air dikuliti.
Sebelumnya, gaji pilot dan manajemen Lion Air menjadi buah bibir. Gaji ‘sopir’ maskapai Lion Air yang dikabarkan hanya Rp 3,7 juta menjadi bahan cibiran. Lalu manajemen yang buruk pun ditengarai penyebab jatuhnya JT 610.
Kini, giliran Yayasan Lembaga Indonesia (YLKI) yang angkat bicara soal keluhan konsumen yang tidak pernah direspon maskapai Lion Air. Ketua YLKI, Tulus Abadi menungkapkan, keluhan konsumen penerbangan Lion Air paling tinggi, tapi tidak pernah ditanggapi.
BERITA TERKAIT :Sekkel Kemsel Ucapkan Terimakasih, Gubernur Lions Clubs: Bentuk Pengabdian Kami ke Warga
Kompensasi Messi Bikin Merinding Pemain Inter Miami
"Saat di follow up Lion Air enggak pernah merespon. Iya dan hanya Lion Air yang begitu yang lainnya respon," kata Tulus di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (3/11/2018).
Tulus mengungkapkan, memang sejak tujuh tahun belakangan ini keluhan konsumen terhadap penerbangan cukup tinggi. Terutama keluhan tentang keterlambatan pesawat dan pengembalian tiket pesawat.
"Pengaduan trasportasi udara tujuh tahun terakhir paling tinggi dan paling tinggi Lion Air. Terutama delay," ungkapnya.
Dia sedikit bercerita, ada konsumen yang melaporkan pengalamannya naik pesawat Lion Air yang tidak memiliki sabuk pengaman atau seat belt di kursi penumpangnya. Kata Tulus, itu bukti bahwa keamanan pesawat Lion tidak baik.
"Kursi enggak ada seat belt, sekitar tiga tahun lalu, tetap terbang artinya budaya safety Lion Air dari situ juga sangat tidak baik," ucapnya.
Di tempat yang sama, Pengamat Penerbangan Chappy Hakim menilai, penerbangan di Indonesia saat ini hanya fokus pada slot penumpang saja bukan pada infrastruktur dan sistem penerbangan.
Ia menjelaskan, dengan tidak diperhatikannya Sumber Daya Manusia (SDM) dan infrastruktur maka peluang kecelakaan menjadi lebih terbuka.
"Bisa dibayangkan dalam satu hari itu ribuan penerbangan. Sementara kita baru membangun triliunan di Kertajati yang cuma satu atau dua pesawat dalam menangani penerbangan ini kita hanya terpaku pada slot," ungkapnya.
"Bukan pengabaian, kita fokus penerbangan jadi kekurangan SDM dan infrastruktur itu satu celah membuka potensi tejadi kecelakaan pesawat terbang," tandasnya.