RN - Ketum Partai NasDem Surya Paloh tidak sepakat soal rencana amandemen terbatas UUD 1945. Selain bisa melebar ke mana-mana, amandemen juga harus bertanya kepada rakyat.
Menurut Surya Paloh, seluruh sibuk soal rencana amandemen terbatas UUD 1945.
"Jadi kita bicara sibuk amandemen terbatas misalnya, MPR mengusulkan ketuanya mengusulkan amandemen terbatas," kata Surya Paloh di akun YouTube CSIS Indonesia, Senin (23/8/2021).
BERITA TERKAIT :Megawati Muncul Usai Jokowi Turun Di Jateng & Jakarta, Tuding Aparat Gak Netral
Jokowi Getol Endorse RIDO, Dendam Ke PDIP Atau...?
NasDem, kata Surya Paloh, mempertanyakan alasan mengapa amandemen UUD 1945 dilakukan secara terbatas. Menurut Surya Paloh, jika ingin melakukan amandemen, sebaiknya bertanya dahulu ke masyarakat.
"Bagi NasDem kenapa harus terbatas? Kalau mau terbatas tanya dulu sama masyarakat kalau mau amandemen. Perlu nggak ada amandemen terbatas? Jangan-jangan masyarakat bilang 'nggak cukup terbatas, kita amandemen saja banyak hal di sana'," ujarnya.
Bagi Surya Paloh, jika ragu-ragu mengamandemen UUD 1945, sebaiknya tak melakukan amandemen sepenuhnya.
"Kalau memang nggak berani melangkah ke sana, sebaiknya jangan amandemen, itu pikiran-pikiran kita," imbuhnya.
Diketahui, bola panas dilempar oleh Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet). Politisi Golkar ini menegaskan amandemen terbatas UUD 1945 tidak akan menjadi bola liar ataupun membuka kotak pandora. Khususnya, terkait perubahan perpanjangan masa jabatan presiden dan dan wakil presiden menjadi tiga periode.
"Kekhawatiran itu justru datang dari Presiden Joko Widodo. Beliau mempertanyakan apakah amandemen UUD NRI 1945 tidak berpotensi membuka kotak pandora sehingga melebar, termasuk mendorong perubahan periodisasi presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode?" ujarnya dalam keterangannya, Sabtu (14/8).
"Saya tegaskan kepada Presiden Jokowi, sesuai dengan tata cara yang diatur di Pasal 37 UUD NRI 1945 sangat rigid dan kecil kemungkinan menjadi melebar," imbuhnya.
Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) PAN Hatta Rajasa sebelumnya mengaku mendengar kabar adanya isu perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga 2027. Isu perpanjangan periode jabatan Presiden Jokowi itu, menurut Hatta, diembuskan kelompok tertentu.
Hal itu disampaikan Hatta dalam sambutannya di acara HUT ke-23 PAN, Senin (23/8/2021). Hatta mulanya bicara soal munculnya rencana amandemen UUD 1945 secara terbatas.
Dari rencana amandemen terbatas, menurut Hatta, timbul pertanyaan. Pertama, ke arah mana amandemen akan dilakukan; kedua, siapa yang bisa menjamin perubahan hanya terbatas; ketiga, siapa yang bisa menjamin amandemen terbatas tidak menimbulkan kegaduhan baru.
"Seiring dengan isu tiga periode walaupun saya tidak mempercayai itu karena presiden membantah secara jelas, namun suara itu dimunculkan oleh kelompok tertentu dan akhir-akhir ini ada isu perpanjangan sampai 2027. Pertanyaan itu menggelitik kita semua," ujarnya.
Selain itu, Hatta menyinggung alasan amandemen membangkitkan garis besar haluan negara yang akan bernama pokok-pokok haluan negara (PPHN). Besan SBY ini lantas menilai anggapan bahwa pembangunan sejak reformasi tidak memiliki haluan merupakan sesat pikir.
"Sebagai orang-orang yang disebut sebagai orang yang berpikir cerdas, dan berada di depan tentu ini harus kita respons. Oke lah kita asumsikan perubahan itu bisa terbatas, namun muncul lagi pertanyaan katakanlah untuk membangkitkan kembali roh garis besar haluan negara bernama pokok-pokok haluan negara," ucapnya.
"Yang menggelitik adalah argumentasi yang diajukan selama ini sejak reformasi pembangunan dikatakan tidak memiliki arah dan haluan apakah demikian? Reformasi melakukan pembangunan tanpa arah? Jelas ini sesat pikir," lanjut Hatta.