Jumat,  19 April 2024

‘Kenyangkan Perut’ Segelintir Orang, Tokoh Nasional Galang Petisi Tolak IKN

Al
 ‘Kenyangkan Perut’ Segelintir Orang, Tokoh Nasional Galang Petisi Tolak IKN
Petisi penolakan IKN. Foto: Tangkapan Layar

RN -  Tokoh nasional menggalang petisi penolakan terkait pemerintah memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan. Petisi tersebut berjudul ‘Pak Presiden, 2022-2024 Bukan Waktunya Memindahkan Ibu Kota Negara’.

Petisi diinisiasi oleh sebanyak 45 tokoh nasional melalui situs change.org.

"Apalagi kondisi rakyat dalam keadaan sulit secara ekonomi sehingga tak ada urgensi bagi pemerintah memindahkan ibu kota negara. Terlebih, saat ini pemerintah harus fokus menangani varian baru omikron yang membutuhkan dana besar dari APBN dan PEN," begitu bunyi petisi tersebut.

BERITA TERKAIT :
DPR Minta Status Jakarta Sebagai Ibu Kota Segera Dicabut, Slow Bung Jangan Kebelet Lah
AHY Dari Kritik Hingga Menyerang, Kini Balik Puja-Puji Jokowi 

"Adalah sangat bijak bila Presiden tidak memaksakan keuangan negara untuk membiayai proyek tersebut. Sementara infrastruktur dasar lainnya di beberapa daerah masih buruk, sekolah rusak terlantar dan beberapa jembatan desa terabaikan tidak terpelihara," lanjut petisi tersebut.

Selain itu para inisiator juga menganggap proyek pemindahan dan pembangunan ibu kota negara baru tidak akan memberi manfaat bagi rakyat secara keseluruhan. Bahkan cenderung hanya menguntungkan segelintir orang saja.

Adapun inisiator petisi antara lain mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas, pakar ekonomi Faisal Basri, mantan ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, hingga Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra.

Merespons petisi penolakan IKN, Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, tidak mempersoalkannnya karena merupakan kekebasan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi.

"Ya kalau menurut saya apa pun itu pendapat itu untuk mengutarakan pendapat kan dijamin kebebasannya oleh konstitusi kita. Oleh karena itu baik langsung atau melalui website itu dijamin kebebasannya," kata Dasco.

Hingga berita ini ditulis tercatat sudah 21 ribuan yang menandatangi petisi.