RADAR NONSTOP – Industri kelapa sawit sempat menjadi primadona ekonomi nasional, ekonomi daerah dan petani khususnya di Sumatera Selatan (Sumsel). Kini, sawit Sumsel seolah terabaikan.
Komoditas yang dulu menjadi primadona ini terkesan mulai ditinggalkan. Bahkan, sawit Sumsel menghadapi beragam masalah dan tantangan.
“Kita ketahui Uni Eropa melakukan penolakan kelapa sawit kita. Alasan resmi karena kelapa sawit dianggap merusak lingkungan terutama hutan dan lahan gambut,” ucap Wakil Ketua DPD RI Darmayanti Lubis saat membuka Seminar Kelapa Sawit 2018 di Palembang, Sumatera Selatan, Senin (3/12).
BERITA TERKAIT :Bertemu Federasi Rusia, DPD RI Bahas Persoalan Ekonomi, Investasi Energi Hingga Kesehatan
Menko Airlangga: Kelapa Sawit Komoditas Strategis Nasional
Ia menuturkan bahwa isu kebakaran hutan yang terjadi beberapa tahun yang lalu memberi legitimasi alasan itu. Namun, dari sidang-sidang Uni Eropa adalah dalih semata. “Alasan sebenarnya adalah mereka ingin melindungi industri minyak bunga matahari yang memang menjadi komoditas di banyak negara di Eropa,” kata senator asal Sumatera Utara itu.
Menurut Darmayanti, saat ini DPD RI telah berupaya sekuat tenaga untuk memperjuangkan agar industri kelapa sawit bisa terangkat lagi. Dalam berbagai kunjungan, DPD RI melakukan ‘counter’ terhadap kampanye kelapa sawit yang merugikan.
“Memang tidak semua berhasil, terutama di negara-negara Eropa Barat. Namun di negara Eropa Timur seperti Rusia dan Bulgaria, kampanye ini mendapat sambutan positif,” jelas Darmayanti.
Ia menambahkan Rusia bahkan telah berkomitmen untuk tetap membeli kelapa sawit Indonesia. “Kampanye counter propaganda kelapa sawit ini tentu sejalan dengan kebijakan pemerintah yang juga giat melakukan itu,” kata Darmayanti.
Selain itu, DPD RI juga tengah berupaya agar kelapa sawit punya diversifikasi produk. Salah satu yang mungkin adalah membuat biodiesel. “Indonesia masih menjadi net importer BBM. Pemanfaatan kelapa sawit bisa mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM,” tegas Darmayanti.
Solusi lain yang bisa diambil, menurutnya, terutama dalam jangka pendek dan jangka menengah. Seperti pemenuhan standar mutu lingkungan agar bisa menjangkau lagi pasar-pasar yang saat ini menolak.
“Selain itu peningkatan daya saing produk sawit melalui peningkatan produktivitas melalui efisiensi usaha, replanting dan menjamin ketersediaan infrastruktur yang baik. Dengan demikian, harga kelapa sawit Indonesia makin bisa bersaing di pasaran internasional,” tutur Darmayanti.