Jumat,  22 November 2024

RKUHP Dibahas Lagi, PB HMI: Waspada Muncul Pasal-Pasal Karet Warisan Kolonial

Tori
RKUHP Dibahas Lagi, PB HMI: Waspada Muncul Pasal-Pasal Karet Warisan Kolonial

RN - Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) memandang beberapa pasal dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dapat menghambat demokratisasi di Indonesia.

Dalam draft RKUHP versi September 2019 yang beredar di publik, terdapat beberapa pasal kontroversial yang dinilai kan mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi. Seperti Pasal 218 tentang penghinaan terhadap harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden, Pasal 240 tentang penghinaan terhadap pemerintah, Pasal 273 tentang pidana bagi demonstran yang tidak melakukan pemberitahuan dan menimbulkan keonaran dan Pasal 353 dan 354 tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara.

"Pasal-pasal tersebut mengandung multitafsir dan sangat berpotensi disalahgunakan untuk membungkam kritik dan mempidanakan para aktivis yang menyuarakan kiritiknya, baik itu melalui aksi demonstrasi maupun melalui sarana teknologi informasi seperti media sosial," kata Ketua Umum PB HMI Raihan Ariatama dalam keterangannya, dikutip hari ini. 

BERITA TERKAIT :
Pengesahan RKUHP Meresahkan Kalangan Pers, SMSI akan Menggugat Melalui MK
Jiwa Penjajah dalam Pasal Karet KUHP

Seperti diketahui, pembahasan RKUHP akan dimulai kembali melalui rapat Komisi III DPR dengan pemerintah pada 25 Mei 2022.

Menurut Raihan, semangat dekolonisasi yang menjadi landasan pembahasan RKUHP harus dilaksanakan secara komprehensif.

"Pasal-pasal penghinaan terhadap pemerintah dan pasal pidana untuk demonstran tersebut kan warisan kolonial. Penghinaan memiliki makna yang sangat luas, yang bisa disalahgunakan untuk mempidanakan para aktivis yang mengkritik kebijakan pemerintah," ujar Raihan.

Padahal, menurut Raihan, kritik itu menyehatkan demokrasi dan merupakan bagian dari checks and balances dalam negara demokrasi.

Lebih lanjut, Raihan meminta kepada pemerintah dan DPR untuk tidak tergesa-gesa dalam membahas RKUHP.

"Publik harus benar-benar dilibatkan. Protes keras publik terhadap pembahasan RKUHP pada tahun 2019 seharusnya menjadi concern Pemerintah dan DPR dalam membahas RKUHP kali ini. Apalagi, sampai saat ini, publik masih belum dapat mengakses draft RKUHP terbaru," pungkas Raihan.