Selasa,  23 April 2024

Jalan Berbayar Jakarta, Driver Taksi Online: Jangan Sedot Duit Rakyat

RN/NS
Jalan Berbayar Jakarta, Driver Taksi Online: Jangan Sedot Duit Rakyat
Ilustrasi

RN - Penerapan sistem jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) membuat driver taksi online pusing. Mereka menilai, ERP sama saja menyedot duit rakyat.

"Bolehlah cari duit tapi jangan keringat dan duit rakyat disedot. Pertanyaannya adalah siapa yang bayar kalau ERP itu," ungkap Malki, driver taksi online saat ditemui wartawan, Senin (16/1).

Bapak dua anak itu menilai, kalaupun yang bayar penumpang tapi pastinya adalah bisa merusak sewa. "Iyalah belum tol, lalu ERP, lama-lama orang gak mau naik taksi online," keluhnya.

BERITA TERKAIT :
Trent Lagi Frustrasi Nih....
Caleg Terpilih Wajib Lapor LHKPN, Yang Bikin Laporan Palsu Bisa Ditindak 

Diketahui, DPRD DKI Jakarta memprediksi penerapan sistem jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) mampu menghasilkan retribusi hingga Rp 60 miliar per hari. Karena itu, Komisi B DPRD menyarankan agar Pemprov DKI membentuk badan usaha untuk mengelola dana tersebut.

Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Ismail menjelaskan, angka Rp 60 miliar itu didapat dari akumulasi pendapatan untuk dua kali perjalanan (trip) atau pergi pulang. Namun ia tidak menjelaskan secara rinci estimasi jumlah kendaraan yang melintas di jalan berbayar elektronik.

"Karena kalau itu benar diterapkan tadi juga kita dapatkan info, itu tidak kurang per hari sekitar Rp 30 miliar-Rp 60 miliar dana yang masuk, satu trip itu Rp 30 miliar, berarti dua kali (pulang dan pergi) sekitar Rp 60 miliar," kata Ismail saat ditemui di DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (16/1/2023).

Atas hal itu, dalam diskusi informal, Komisi B memandang perlu ada badan usaha milik daerah (BUMD) tersendiri yang mengelola pendapatan dari ERP. Nantinya, pendapatan itu bisa digunakan untuk meningkatkan pelayanan transportasi di Ibu Kota.

"Wacana muncul di rapat internal kami itu di buatkan aja sekalian kaya BUMD khusus, mungkin belum berbentuk perseroda, tapi cukup Perumda nanti yang dituntut adalah bagaimana yang di dapatkan dana dari hasil berbayar ini itu dipastikan layanan untuk pengguna jalan itu semakin baik termasuk juga kepada pengguna kendaraan umum seperti itu," ucapnya.

Ismail, yang juga anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta, menjelaskan bahwa progres pembahasan Raperda Rencana Pemberlakuan Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PL2SE). Ismail berujar, sejauh ini Bapemperda dan Pemprov DKI telah membedah setiap pasal yang tercantum dalam Raperda tersebut.

"Karena sepanjang yang saya ikuti di Bapemperda, itu juga masih banyak pertanyaan-pertanyaan tajam yang mengkritisi. Karena di sana sudah sampai pasal per pasal," jelasnya.

Lebih lanjut Ismail menjelaskan, sejumlah pasal menjadi sorotan Dewan saat pembahasan Bapemperda. Dari pasal terkait pengaturan tarif hingga pengelolaan sistem ERP.

"Banyak ya, contoh terkait besaran tarif. Kedua, terkait dengan siapa yang akan mengelola ini, kemudian ke mana dana ini ditampung, kemudian keempat untuk apa dana yang tertampung itu tindak lanjutnya, untuk dimanfaatkan untuk apa," terangnya.

Ismail juga mengakui terjadi dinamika dalam pembahasan Raperda di tingkat Bapemperda. Ditambah lagi, kata dia, kebijakan ERP belum pernah dibahas bersama Komisi B. Karena itu, dia juga menganggap wajar apabila kebijakan baru ini menimbulkan polemik di tengah masyarakat.

"Makanya wajar jika kemudian ini menimbulkan kekagetan baru, bukan hanya di masyarakat tapi juga di Komisi B. Karena memang belum pernah ada pembahasan khusus di Komisi B," imbuhnya.