RN - PPDB atau Penerimaan Peserta Didik Baru tetap berlaku. Sistem zonasi ini membuat emak-emak galau dan resah.
Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materiil Pasal 11 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 tahun 2023 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Gugatan Leonardo Siahaan selaku pemohon Perkara Nomor 85/PUU-XXI/2023 ditolak karena dianggap tidak beralasan menurut hukum.
BERITA TERKAIT :Penimbun Emas Sumringah, Emak-Emak: Lumayan Buat Modal Liburan
OTT Mau Dihapus, Yang Sumringah Malah DPR Dan Langsung Tepuk Tangan
"PPDB bikin kacau, MK kacau itu kena tetap PPDB aneh ya. PPDB menimbulakn calo dan suap," sindir Mirah warga Depok, Jawa Barat, Kamis (28/9).
PPDB kata Yuli telah menimbulkan keresahan dan prilaku beking. "Yang punya beking atau kenalan orang hebat bisa masuk, lha kita rakyat biasa bisa rusak dan calo berkibar dong," keluhnya.
Ketua MK Anwar Usman mengatakan, mahkamah berkesimpulan bahwa mahkamah berwenang mengadili permohonan pemohon.
Lalu, pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo.
Kesimpulannya, pokok permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
"Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar Usman saat membacakan amar putusannya dalam sidang di Gedung MKRI, Jakarta, Rabu (27/9/2023).
Dalam perkara nomor 85/PUU-XXI/2023 tersebut, Leonardo ingin agar MK memasukkan larangan penerapan penerimaan peserta didik (PPDB) melalui sistem zonasi.
Sebab, sistem tersebut dianggap menyulitkan peserta didik memperoleh pendidikan.
Pada pertimbangan Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul mengatakan, Leonardo menghendaki agar ketentuan dalam Pasal 11 ayat (1) UU 20/2023 perlu dimaknai supaya tidak menimbulkan diskriminasi dalam penerimaan siswa baru dengan menggunakan sistem zonasi.
Terhadap keinginan pemohon tersebut, menurut Mahkamah, kata Manahan, sistem zonasi adalah salah satu cara penerimaan peserta didik baru yang menggunakan pembatasan wilayah yang dikaitkan minimal dan data tampung sekolah.
"Oleh karena itu, apapun pilihan sistem dalam penerimaan peserta didik baru, termasuk dengan menggunakan cara lain seperti jalur afirmasi, perpindahan tugas orang tua/wali, dan atau prestasi adalah hanya sebuah metode di dalam penatalaksanaan dari sebuah sistem penerimaan peserta didik baru," ujarnya.
Melihat hal itu, menurut mahkamah, lanjut dia, sesungguhnya dalil pemohon tidak terdapat keterkaitan dengan isu konstitusionalitas norma Pasal 11 ayat (1) UU 20 tahun 2003.
Sebab, ketentuan dalam norma Pasal 11 ayat (1) UU 20 tahun 2003 telah memerintahkan kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
"Oleh karena itu, dalil pemohon tidak relevan untuk dipertimbangkan lebih jauh karena permasalahan penerimaan siswa baru dengan sistem zonasi dilaksanakan menurut peraturan perundang-undangan di bawah Undang-undang dengan mendasarkan pada ketentuan Pasal 11 ayat (1) UU 20 tahun 2003," ucap Manahan.
"Dengan demikian, menurut mahkamah, norma Pasal 11 ayat (1) UU 20 tahun 2003 telah sejalan dengan semangat dan tujuan negara sebagaimana dinyatakan dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945," jelasnya.
Leonardo menyebut, penerapan sistem zonasi pada PPDB sudah tidak relevan dan menimbulkan kerugian efek domino ke masyarakat.
Ia mengkhawatirkan, jika sistem zonasi dipertahankan akan berkelanjutan menumbuhkan lahan basah praktik gelap mata atau perbuatan curang lain.
Menurutnya, sistem zonasi juga dapat menimbulkan traumatik pada orang tua, yang terpaksa menyekolahkan anaknya di sekolah swasta walaupun secara ekonomi tidak sanggup membayar uang SPP.
"Menyatakan Undang-Undang Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 4301) bertentangan secara bersyarat atau constitutional unconstitutional) dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggarannya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi, dan melarang penerimaan peserta didik melalui sistem zonasi atau kebijakan lainnya, menimbulkan kesulitan peserta didik memperoleh pendidikan"," demikian bunyi petitum Pemohon yang diajukan ke MK.