Selasa,  03 December 2024

Johar dan Tanah Tinggi Kawasan Kumuh Dekat Istana Presiden, Kadis Citata DKI Berkelit Begini

RN/NS
Johar dan Tanah Tinggi Kawasan Kumuh Dekat Istana Presiden, Kadis Citata DKI Berkelit Begini
Heru Hermawanto.

RN - Kawasan kumuh dekat Istana Negara mencuat. Kawasan itu bernama Johar Baru dan Tanah Tinggi, Jakarta Pusat. 

Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan (Citata) DKI Jakarta, Heru Hermawanto membantahnya. Heru menjawab tudingan Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi.

“Teman-teman bisa lihat di google, foto udara, seperti apa faktanya bagaimana. Saya tidak bisa banyak komentar,” ucapnya saat dikonfirmasi, Jumat (26/4/2024).

BERITA TERKAIT :
Anggaran Penataan Kawasan Kumuh Di 2 Kelurahan Tangsel Tidak Transparan, Mau Maling Ya?
Istana Garuda IKN Belum Rampung Apa Mandek?

Menurutnya, ada beberapa kriteria suatu pemukiman bisa dikatakan kumuh, seperti fisik bangunan maupun strata sosial dari penghuninya.

Oleh karena itu, perlu dipastikan dulu apakah kawasan yang disebut Prasetyo ini bisa disebut kumuh atau tidak.

“Ada kumuh karena bangunan berantakan, tapi standar (bangunan) memenuhi. Nah, itu konteks saya sebagai perencana kota itu kumuh,” kata anak buah Penjabat (Pj) Gubernur DKI Heru Budi Hartono ini.

Om P sapaan akrab Prasetyo sebelumnya mengkritik Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2025 yang tengah disusun Pemprov DKI Jakarta.

“Di Jakarta masih ada pemukiman kumuh, jaraknya cuma satu kilometer dari Istana Negara, namanya Johar dan Tanah Tinggi,” tuturnya, Rabu (24/4/2024).

Ia pun mempertanyakan pemerintah daerah yang tak hadir untuk melakukan penataan kawasan di kedua wilayah tersebut.

“Kemana pemerintah daerah? Yang malu bukan pak gubernur saja, ada saya juga di sini malu,” ucapnya.

“Yang parah, ya tadi, yang itu, RT 08, RT 06, TT 07, RT 09, dan RT 05,” ucap Ketua RW 12 Imron Buchari saat ditemui Kompas.com, Kamis (24/4/2024).

Lima RT itu terletak di Jalan Tanah Tinggi XII yang hanya mempunyai lebar jalan sekitar yiga sampai empat meter saja.

Mayoritas warga di lima RT itu tak tercatat tak memiliki pekerjaan tetap atau hanya serabutan saja.

“Mereka itu tidak punya keahlian, SDM agak rendah, pendidikannya. Mereka, istilahnya (bekerja) pakai tenaga kasar. Itu pun kalau ada pekerjaan, entah kuli atau apa,” ujarnya.