RN - Tudingan elit PDIP yang menyebut Jawa Tengah (Jateng) sebagai kandang bansos dan polisi partai coklat dinilai ngawur. Tudingan muncul setelah jago PDIP kalah di Pilkada Jateng.
Tuduhan kecurangan dan adanya dugaan anomali karena intimidasi intervensi negara ketika kalah di daerah basis merah (PDIP) seperti Jatim, Banten, Sumut, Sulut dan NTT sama saja melukai rakyat.
Hal ini ditegaskan Ketua DPP Arus Bawah Prabow -Arus Bawah Jokowi (ABP-ABJ)Supriyanto dalam siaran pers-nya di Jakarta, Senin (2/12)
BERITA TERKAIT :Akui Endorse 84 Calon Kepala Daerah, Jokowi Mulai Berani Ledek PDIP Secara Terbuka?
Kata Antok sapaan akrabnya, PDIP yang mengaku pembela wong cilik, marhaenis, paling nasionalis dan selalu membawa nama Soekarno, sekarang malah citranya buruk dengan kelakuan sekelompok elit partainya yang memainkan drama politik narasi kebencian dan permusuhan sesama anak bangsa.
Antok melanjutkan, pada Pilkada Jateng kelompok mereka memainkan isu yang mau memecah belah TNI dan Polri dengan propaganda hitam Rambo lawan Sambo dan Pilkada Jakarta memainkan isu sentimen suporter bola Persija lawan Persib dan eksploitasi politik identitas Betawi melawan Sunda.
"Rakyat juga dihasut membenci aparatur negara Polri difitnah Partai Coklat (Parcok). Padahal citra Polri baik di masyarakat selama ini menjaga kamtibmas, membantu pelayanan publik dan memerangi terorisme. Semua hal positif dari negara menjadi tidak berarti di mata elit PDIP karena kalah Pilkada," ucap mantan aktivis 98 ini.
Yang parah terang Antok, elit PDIP selalu menyalahkan Bansos yang notabene dibutuhkan rakyat kecil dan menjadi basis konstituen PDIP. "Wong cilik atau kaum marhaen. Artinya sama saja menghina rakyat kecil bodoh dan mudah disuap dengan sembako. Mereka merendahkan martabat wong cilik dan kaum marhaen yang sangat dicintai dan dimuliakan oleh Soekarno yang menjadi inti ideologinya Marhaenisme," tegasnya.
Belum Move On
"Mereka juga tidak pernah move on akibat capresnya kalah tidak didukung Jokowi, selalu menghina mengumbar kebencian pada Jokowi seakan tidak ada sisi baiknya sama sekali. Elit PDIP itu lupa kalau pada masa Jokowi jadi Presiden hari lahir Pancasila 1 Juni 1945 diakui negara diperingati dengan upacara kenegaraan dan dijadikan hari libur nasional," uangkap Antok.
Antok menyatakan meski ada penolakan dari kelompok anti Soekarno soal hari lahir Pancasila 1 Juni 1945 tapi Jokowi tidak goyah dan semua bisa menerima.
"Pada masa Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri jadi presiden justru tidak dapat diwujudkan. Mimpi Soekarno untuk pindah ibu kota lepas dari warisan kolonialisme juga diwujudkan Jokowi dengan membangun IKN di Kalimantan," terang Antok.
Antok menambahkan, jika para elit itu marhaenis tulen bukan marhaenis gadungan pasti menghargai jasa Jokowi Presiden RI ke-7 pada bangsa dan tidak pernah sekalipun menyalahkan rakyat kecil, karena Bung Karno pernah mengatakan jika rakyat belum sadar atau belum “bewust” itu karena kesalahan pemimpinnya tidak mendidik massa dengan benar dan tidak memberikan penerang bagi rakyat dalam jalan yang benar.
"Partailah yang memegang obornya. Semoga elit PDIP sadar dan kembali kepada jati diri kaum Nasionalis Soekarnois yang selalu menggaungkan persatuan nasional dan mencintai rakyat kecil kaum marhaen. Ironisnya semakin kesini semakin keblinger lupa pada tugas dan tanggung jawab sejarahnya".
"Aneh jadinya jika sekelompok marhaenis gadungan dan nasionalis omon-omon yang menguasai PDIP mengaku pewaris ideologis dan cita—cita mulia Soekarno," terang Antok.