RN - Glodok Plaza tidak lepas dari sejarah. Sebelum diresmikan pada Juni 1977 sebagai pusat perbelanjaan modern di Indonesia, tempat tersebut dikenal dengan penjara.
Bernama Lembaga Pemasyarakatan Khusus (LPK) dan dikenal angker pada tahun 1743 awalnya digunakan untuk menahan warga Tionghoa yang memberontak.
Fungsi penjara ini berkembang menjadi tempat penahanan bagi berbagai narapidana, termasuk mereka yang dijatuhi hukuman mati. Dalam kondisi yang sangat tidak manusiawi, banyak tahanan mengalami penyiksaan dan kematian akibat penyakit serta kelaparan.
BERITA TERKAIT :Jenazah Korban Kebakaran Glodok Plaza Sulit Diidentifikasi, Tubuhnya Terkabar Gosong
Lagi Karaoke Di Glodok Plaza Tewas Terpanggang, Jasadnya Hanya Tengkorak
Beberapa tokoh sempat merasakan pahitnya ditahan di LPK. Salah satu momen penting dalam sejarah penjara ini adalah penahanan Mohammad Hatta, Wakil Presiden pertama Indonesia, pada tahun 1940-an.
Bung Hatta ditahan selama sepuluh bulan oleh pemerintah kolonial Belanda sebelum akhirnya diasingkan. Selain itu, band legendaris Koes Plus juga pernah merasakan pahitnya kehidupan di LPK Glodok saat mereka ditangkap karena dianggap memainkan musik Barat.
Setelah era kemerdekaan, penjara ini beralih fungsi menjadi pusat perbelanjaan pada akhir 1970-an ketika kondisi gedung dianggap tidak layak untuk digunakan sebagai tempat penahanan. Pada tahun 1980-an hingga 1990-an, Glodok Plaza menjadi salah satu tujuan utama bagi pembeli elektronik karena lokasi strategis dan harga barang yang bersaing.
Awalnya Glodok Plaza dirancang dengan enam lantai yang awalnya dipenuhi oleh pedagang alat-alat elektronik. Pada tahun 1990, plaza ini menjadi pusat perdagangan elektronik terbesar di Asia Tenggara.
Namun, perjalanan Glodok Plaza tidak selalu mulus; pada tahun 1983, gedung ini mengalami kebakaran besar yang mengakibatkan kerusakan parah dan memaksa renovasi total.
Setelah renovasi selesai pada tahun 1987, Glodok Plaza kembali beroperasi dengan tenant-tenant terkenal seperti supermarket Gelael dan restoran cepat saji KFC. Pada tahun 2001, gedung ini diperbarui lagi dengan penambahan dua lantai dan basement untuk meningkatkan kapasitasnya.
Glodok Plaza kembali menghadapi tragedi ketika kerusuhan Mei 1998 melanda Jakarta, yang menyebabkan kerusakan parah akibat penjarahan dan kebakaran. Renovasi besar-besaran dilakukan pada tahun 2000 untuk memperbarui desain dan struktur gedung agar lebih modern dan sesuai dengan perkembangan teknologi informasi.
Dan kini kebakaran terbaru terjadi pada 15 Januari 2025, melanda beberapa lantai gedung. Akibat amukan si jago merah itu, 11 orang dinyatakan hilang.
Hingga berita ini diturunkan (Jumat 17/01/2025), baru empat jenazah yang ditemukan petugas. Kondisinya gosong.
Kebakaran yang melanda Glodok Plaza pada 15 Januari 2025 masih dalam proses penyidikan dan penyelidikan polisi. Kobaran api diduga terjadi di lantai 9, 8, dan 7.
Siapa Pemiliknya?
Dikutip dari situs resmi Glodok Plaza, pusat perbelanjaan itu merupakan milik PT TCP Internusa, salah satu anak perusahaan dari PT Surya Semesta Indonesia Tbk (SSIA).
PT TCP Internusa memiliki bisnis utama di bidang pengembang real estate dan properti. Sebagai pengembang properti terkemuka di Indonesia, TCP Internusa merupakan salah satu anggota Real Estate Indonesia (REI) dengan NPA No. 8 Tahun 1971.
Selain Glodok Plaza, TCP Internusa juga mengembangkan beberapa proyek dan investasi yakni Kuningan Raya, Tanjung Mas Raya Estate, Menara Perkantoran Graha Surya Internusa I, dan Edenhaus Simatupang.
Adapun SSIA saat ini dimiliki PT Persada Capital (7,85%), PT Arman Investment (8,52%), Intrepid Investment (8.2%), dan publik (73,11%).
Mengutip prospektus perusahaan, Persada Capital merupakan perusahaan milik PT Pandu Alam Persada dan PT Tri Nur Cakrawala. Kedua perusahaan tersebut merupakan milik keluarga Arini Subianto, yang juga tercatat sebagai komisaris dan pemilik PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO).
Sementara itu Arman Investment adalah perusahaan milik Benjamin Arman Suriadjaja dan Johannes Suriadjaja.