RN - Untuk mendongkrak penjualan, banyak perusahaan kosmetik main klaim. Klaim produk itu biasanya menggunakan jasa influencer.
Praktisi kecantikan, dr. Janet Aprilia Stanzah mengaku sangat prihatin dengan maraknya review produk kosmetik khususnya produk lokal yang belakangan ini dinilai negatif dikalangan masyarakat akibat tindakan oknum dokter.
Hal ini dikatakan Janet saat acara dialog dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bersama Influencer di Aula Gedung Bhineka Tunggal Ika, Jalan Percetakan Negara, Jakarta Pusat, Jum'at (17/1/2025).
BERITA TERKAIT :Diserahkan Di Studio RCTI+, Pakar Anti-Aging dr Ayu Raih 2 Penghargaan dari Miss Indonesia dan HighEnd Magazine
Acara bertujuan mengedukasi masyarakat terkait kosmetik aman dan peningkatan daya saing produk dalam Negeri.
"Saya prihatin sekali, apalagi adanya review seseorang yang menamakan dokter detektif, mereview sejumlah produk dan menjelek-jelekkan ke publik, padahal selain produk tersebut mendapat ijin resmi dari BPOM, uji laboratorium yang dilakukan oknum doktif belum valid akreditasinya,” ujar Ketua Perhimpungan Dokter Estetika Indonesia DKI periode 2012-2023.
Menurutnya, akibat ulah oknum tersebut masyarakat digiring untuk tidak mempercayai BPOM dan produk skincare local tapi lebih mempercayai klaim dokter detektive approve.
"BPOM itu sebagai Lembaga resmi Negara yang mengawasi dan mengatur produk obat, makanan, kosmetik dan produk kesehatan lainnya agar aman sampai di masyarakat. Nah ini orang kompetensinya apa sehingga merasa lebih tinggi dari BPOM dengan label Doktiv approvenya," paparnya.
Terhadap produk obat kosmetik yang bermasalah, apabila merasa dirugikan dan memiliki bukti, dr. Janet menganjurkan masyarakat untuk segera melapor langsung ke BPOM.
Review yang belakangan marak terhadap tuduhan skincare overclaim dan mafia skincare oleh oknum tertentu menurut dr. Janet harus cerdas disikapi oleh masyarakat.
"Jangan mudah terkecoh, apalagi dengan produk yang viral. Karena setiap orang memiliki karakter kulit yang berbeda-beda, begitupun dengan kecocokan terhadap obat juga berbeda," imbuhnya.
Terhadap ulah oknum yang mereview dan viral dalam menjelek-jelekkan produk tertentu dinilai dapat merugikan banyak pihak, tidak saja perusahaan tapi juga merugikan perekonomian Indonesia bahkan berpotensi meningkatkan pengangguran baru
"Padahal faktanya belum tentu benar, harus sadari cuma BPOM yang berhak dan memiliki legitimasi di negeri yang berhak menyatakan dan melarang produk tertentu," tambahnya.
Apa yang diungkap oleh dokter detektif terhadap produk skin care menurutnya tidak benar dan bahkan merupakan kebohongan publik.
"Yang kita ketahui setelah menghujat produk tertentu oknum ini kemudian menyarankan produk serupa dengan merk lain. Ini persaingan yang tidak sehat, ternyata ada maksud terselubung di baliknya," ujar Janet.
Berdasarkan peraturan BPOM no 3 tahun 2022, klaim tidak ditinjau melalui kadar aktif suatu skin care. Tapi ditinjau melalui iklan suatu produk skin care.
"Melebih-lebihkan dan menjanjikan secara luar biasa, itu yang kita sebut over klaim," jelasnya.
Kedua, sambung Janet, batasan BPOM pada kadar aktif suatu produk itu adalah batasan maksimal. Mengenai batasan minimal menurut ya tidak dibatasi sama sekali oleh BPOM.
"Jadi tidak bermasalah, karena hasil suatu skin care itu merupakan ramuan dari bahan-bahan secara keseluruhan. Bukan satu bahan, jadi outputnya yang dilihat," papar Janet.
Sebagai dokter dan sekaligus pemilik klinik kecantikan, Janet menyayangkan sekali ulah oknum tersebut. Apalagi uji laboratorium yang dijadikan tempat pemeriksaan oleh oknum dokter detektif belum melakukan akreditasi uji bahan aktif tersebut di dalam sediaan kosmetik
"Saya menghimbau sekali dalam kesempatan diskusi ini sebagaimana disampaikan oleh ketua dan pejabat BPOM terkait, mari kita bagun dan dukung produk kosmetik lokal agar aman dan berdaya saing. Hayo bersaing yang sehat, terdapat kejanggalan dan kerugian laporkan saja ke BPOM, jangan percaya diluar itu," imbuhnya dr. Janet.