RN - FIFA terancam bangkrut. Organisasi sepak bola dunia itu di ujung tanduk setelah menerima ancaman gugatan ganti rugi ratusan triliun rupiah.
Gugatan dilayangkan oleh sekelompok pemain sepak bola dunia. Gugatan ini muncul usai putusan Pengadilan Eropa (CJEU) pada 2024 yang menyatakan aturan transfer FIFA selama dua dekade terakhir melanggar hukum.
Dikutip dari The Guardian, Yayasan Justice for Players, yang berbasis di Belanda dan memiliki mantan asisten manajer Timnas Inggris Franco Baldini dalam jajaran direksi, berencana mengajukan class action terhadap FIFA dan asosiasi sepak bola di Prancis, Jerman, Belanda, Belgia, serta Denmark.
BERITA TERKAIT :Alih Fungsi Lapangan Bola Disoal Dewan, Srikandi PKS Minta Disorda Kaji Dulu
Gugatan ini mewakili sekitar 100.000 pemain yang diyakini kehilangan penghasilan sejak 2002 akibat kebijakan transfer FIFA yang dianggap membatasi kebebasan pemain.
Kasus ini dipicu oleh sengketa Lassana Diarra, mantan gelandang Chelsea dan Timnas Prancis, yang pada 2016 gagal mendapatkan sertifikat transfer internasional (ITC) untuk bergabung dengan Charleroi. FIFA menolak transfer tersebut setelah menilai Diarra melanggar kontrak dengan Lokomotiv Moscow dua tahun sebelumnya, menjatuhkan denda sekitar €10,5 juta atau sekitar Rp192 miliar serta larangan bermain selama 15 bulan.
Namun, CJEU kemudian memutuskan bahwa regulasi FIFA melanggar hukum persaingan usaha dan hak pekerja untuk bebas bergerak, karena memberikan kewenangan federasi lama menahan ITC, membebankan biaya kompensasi pada klub baru, dan memberi FIFA hak menjatuhkan sanksi disiplin berlapis.
Analisis ekonom Compass Lexecon memperkirakan para pemain kehilangan sekitar 8% pendapatan karier mereka akibat aturan yang dinilai ilegal tersebut. Berdasarkan perhitungan, total ganti rugi bisa mencapai miliaran poundsterling atau (ratusan triliun rupiah), menjadikannya salah satu gugatan terbesar dalam sejarah sepak bola.
FIFA dan kelima asosiasi sepak bola nasional diberi waktu hingga September 2025 untuk memberikan jawaban resmi. Jika gugatan berlanjut, kasus ini berpotensi mengubah peta aturan transfer internasional yang berlaku sejak 2002.
Hingga saat ini, FIFA belum memberikan komentar resmi terkait tuntutan ganti rugi skala raksasa tersebut.