Kamis,  28 November 2024

Korban 22 Mei 2019

Ditahan, Dipukuli dan Dikirim ke Panti Sosial Tanpa Surat Penahanan

RN/CR
Ditahan, Dipukuli dan Dikirim ke Panti Sosial Tanpa Surat Penahanan
-Net

RADAR NONSTOP - Misteri korban 22 Mei 2019 masih belum terungkap. Keterangan dari pihak berwenang (red-kepolisian) justru malah menyisakan banyak pertanyaan dari masyarakat.

Begitu diungkapkan Kepala Bidang Hukum LBH Jakarta, Nelson Nicodemus, seraya mencontohkan beberapa kasus terkait hal ini. Salah satunya seorang anak yang ditangkap berinisial R berusia 17 tahun.

Saat ditemui orang tuanya, R sudah dalam kondisi kepala terluka, luka lebam, memar, dan mengeluhkan dipukuli. Selain itu, sejak penahanan hingga sekarang belum ada surat penangkapan ataupun penahanan.

BERITA TERKAIT :
Teun Koopmeiners di-PHP Si Nyonya Tua
Endrick Dicap Titisan Legenda Tim Samba

Korban ditangkap pada 22 Mei setelah waktu shalat Isya. 23 Mei, keluarga R mendapatkan kabar bahwa R ditangkap dan ditahan di unit Reserse Mobil Polda Metro Jaya. 

Saat itu, R pun disebut mengaku penganiayaan terjadi di lapangan oleh orang berpakaian hitam-hitam yang diduga Brimob. Pada 24 Mei, R dibawa ke Panti Sosial Anak Cipayung dan baru bertemu kedua orang tuanya yang datang dari Lampung pada 26 Mei untuk menceritakan kronologi. 

Pada 29 Mei, R datang ke Polda dan akhirnya direkomendasikan untuk dipulangkan ke keluarga dan sampai sekarang tidak mendapatkan surat-surat apapun, penangkapan maupun penahanan.

Sementara, tiga korban lainnya antara lain korban berinisial F, FM, dan AR. KontraS dan LBH menyimpulkan bahwa F diduga korban salah tangkap dan terjadi pelanggaran hak tersangka, FM terjadi pelanggaran hak tersangka hingga dugaan penyiksaan karena tak bisa bertemu dengan keluarga.

Untuk AR diduga korban salah tangkap dan terjadi pelanggaran hak tersangka hingga dugaan penyiksaan karena tak bisa bertemu dengan keluarga.

“Kejadian sudah 22 Mei, hingga hari ini sudah 11 hari berarti tanpa surat apapun. Berarti sudah dirampas kemerdekaannya, tak mengetahui jadi tersangka atas pasal apa, hendak dipidana tak ada bukti tertulisnya dan terjadi penyiksaan itu,” kata Nelson dalam keterangan pers di kantor KontraS, Jakarta, hari ini (2/6).

Selain itu, Nelson juga menyayangkan, kuasa hukum yang dipakai merupakan dari kepolisian dan tidak memiliki kesempatan untuk memilih sendiri. Menurutnya, hal itu rawan, sebab sering kali yang dipilih hanya datang pas berita acara dibuat.

“Untuk melakukan pembelaan semakin kecil dan dipidana semakin besar,” ucapnya.

Sampai hari ini, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama LBH Jakarta dan LBH Pers mengaku menerima tujuah aduan pelanggaran HAM dalam tragedi 22 Mei. Koordinator KontraS, Yati Andriyani menyebut, aduan tersebut masuk ke pos pengaduan yang dibuka sejak 27 Mei lalu.

Dari tujuah aduan itu, tiga di antaranya diterima oleh Kontras dan empat diterima Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Dari hasil investigasi di lapangan dan pendalaman dari aduan yang diterima, KontraS dan LBH menemukan pelanggaran hukum dan HAM dengan pola sama.

Pelanggaran itu berupa tidak diberikannya akses kepada keluarga untuk bertemu dengan anggota keluarganya yang ditangkap. Selain itu, senada dengan pengakuan Nelson, tidak ada pemberian tembusan surat perintah penangkapan dan penahanan.

Yati juga menyebut, ada penyiksaan, serta pelanggaran hak atas bantuan hukum, ada pelanggaran hak-hak anak hingga dugaan salah tangkap.

#Mei   #LBH   #Kontras