SEORANG PEMIMPIN yang dipegang adalah janji kepada rakyatnya, dan bagi rakyat mereka butuh pemimpin yang komitmen dalam menunaikan janjinya.
Oleh : Syahrul Hasan (Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta)
“Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau terjatuh, maka engkau akan jatuh di antara bintang-bintang” (Bung Karno).
BERITA TERKAIT :Relawan Anies Di Kota Bekasi Siap Gembosi Jago PKS, Di Jakarta Kapan Nih?
Pelantikan Prabowo Bakal Dihadiri Ganjar Dan Anies, Tensi Politik Bakal Aman Dan Sejuk
"Jangan takut jatuh, karena yang tidak pernah memanjatlah yang tidak pernah jatuh. Jangan takut gagal, karena yang tidak pernah gagal hanyalah orang yang tidak pernah mencoba melangkah. Jangan takut salah, karena dengan kesalahan pertama kita dapat menambah pengetahuan untuk mencari jalan yang benar pada langkah yang kedua". (Buya Hamka).
Menginspirasi. Menggugah. Pesan optimismenya sangatlah dalam. Ini hanya sebagian kecil dari respon yang tepat ketika kita membaca kalimat bijak di atas. Sengaja saya memulai tulisan ini dengan mengutip perkatan dari dua tokoh besar yang visi, nilai dan cara pandangnya terhadap bangsa ini telah melebihi zamannya.
Dalam tulisan ini saya tidak akan membahas lebih dalam mengenai Bung Karno dan Buya Hamka, tetapi akan muncul pertanyaan kenapa tokoh-tokoh bangsa kita yang terdahulu mempunyai gagasan dan narasi yang sangat kuat terhadap bangsa ini? Bukankah pada saat itu kecanggihan teknologi belum seperti yang kita rasakan dan nikmati, sehingga akses literasi dan informasi sulit untuk mereka dapatkan? Tentu jawaban yang kita utarakan akan berbeda dan beragam, tapi poin penting dari semua itu adalah kekuatan mindset (pikiran).
Setiap individu mempunyai perspektif atau cara pandang yang berbeda dalam melihat dan menilai sesuatu, karena manusia dibekali akal pikiran/otak oleh Yang Maha Esa, sehingga ini menjadi pembeda paling mendasar antara kita manusia dengan mahluk hidup lainnya. Pikiran yang baik dan sehat akan menghadirkan jiwa, rasa dan kekuatan yang optimis, sehingga kita bisa menjalankan dan mengaktualisasikan potensi terbaik dari diri kita.
Leadership (kepemimpinan), pada level apapun dan dimanapun, haruslah kepemimpinan yang memberisi inspirasi dan rasa optimisme kepada semua yang dipimpinnya, karena sejatinya setiap pemimpin hadir untuk memberikan perubahan (change) dari kondisi yang saat ini mereka dapatkan, menuju perubahan kepada kondisi yang lebih baik lagi untuk waktu yang akan datang.
Jika pemimpin sebuah rumah tangga, maka kepala keluargalah yang harus terdepan menjadi inspirasi dan membangun rasa optimisme kepada istri dan anak–anaknya untuk membentuk keluarga yang mereka dambakan. Jika pemimpin di sebuah perusahaan/korporasi, maka kewajibannyalah memberikan inspirasi dan rasa optimis kepada seluruh bawahannya agar optimal dalam bekerja, sehingga visi, misi dan nilai–nilai dari perusahaan mudah untuk digapai secara kolektif.
Begitulah seharusnya pemimpin (leader). Dia harus mampu untuk menterjemahkan secara luas tentang gambaran akan capaian yang ingin diraih, sehingga orang–orang yang dipimpinnya pun bisa dan mampu membaca keman arah dan tujuan mereka. Seeing Is Believing.
Pemimpin yang menginspirasi dan membangun rasa optimisme untuk membawa perubahan bagi anak bangsa saat ini sepertinya telah menjadi barang mewah. Mengapa demikian? Karena akhir–akhir ini kita terus saja disuguhkan berita dari media konvensional ataupun media sosial tentang banyaknya para pemimpin dari berbagai level di negeri ini yang telah ditangkap oleh pihak yang berwajib karena berbagai macam kasus yang melawan hukum.
Alih–alih mereka realisasikan janji dan komitmen politik untuk mensejahterakan rakyatnya, tapi fakta berkata lain. Bagi mereka, janji hanyalah untaian kata demi meraih simpati dan mendapatkan tampuk kepemimpinan, karena janji hanya sekedar janji.
Tapi di sisi lain, kita menemukan oase baru, pelepas dahaga. Kembali kita mendapatkan pelajaran dan pesan yang amat berharga dipenghujung tahun 1440 Hijriah menuju pergantian tahun menjadi 1441 Hijriah.
Tepatnya pada hari Sabtu, 31 Agustus 2019, atau bertepatan dengan tanggal 29 Dzulhijjah 1440 H yang merupakan hari terkahir dari tahun hijriah, lagi–lagi seorang Gubernur (pemimpin) yaitu Anies Baswedan, yang telah mendeklarasikan janji politiknya pada saat Pemilukada 2017 lalu saat ini kembali menunaikan janjinya kepada rakyat yang di pimpimnya. Janji yang ditunaikan pada hari itu adalah telah di resmikannya Rumah DP 0 Rupiah. Rumah yang kemudian diberi nama SAMAWA, berlokasi di Pondok Kelapa, Jakarta Timur
Banyak kalangan yang melihat, menilai dan menyatakan bahwa Anies Baswedan tidak akan bisa dan mampu merealisasikan ini (Rumah DP 0 Rupiah) karena tingkat kesulitannya begitu kompleks dan birokrasi lintas sejtoral akan bertele–tele, serta melelahkan, tetapi Anies Baswedan menjawabnya dengan karya. Janji ditunaikan dengan karya. Anies Baswedan menyadari betul bahwa tolok ukur keberhasilan sebuah kepemimpinan adalah REALISASI JANJI. REALISASI dengan KARYA.
Pesan yang bisa kita tangkap dari Anies Baswedan pada hari peresmian Rumah DP 0 Rupiah adalah pesan yang sangat luhur, bahwa kita sebagai anak bangsa harus menjadi insiprasi bagi semua, inspirasi akan optimisme membangun kota dan bangsa bisa di laksanakan secara bersama–sama, secara kolaboratif, sehingga pemenuhan, pendistribusian kesejahteraan dan kebahagian bagi seluruh warganya adalah keharusan.
Sebagai pemimpin ibukota negara, Anies Baswedan pun telah memberikan pesan yang inpiratif dan penuh rasa optimis bahwa jika setiap janji pemimpin seantero Nusantara dipenuhi, maka rakyatnya akan merasakan nikmatnya baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur sebagaimana cita–cita luhur para tokoh pendahulu dan pendiri bangsa ini.
Gagasan, narasi, dan aktualisai yang postif adalah satu kesatuan yang tidak boleh terpisah dalam perwujudan membangun karya bagi bangsa. Seorang pemimpin yang dipegang adalah janji kepada rakyatnya, dan bagi rakyat mereka butuh pemimpin yang komitmen dalam menunaikan janjinya.
Sesungguhnya inspirasi itu menyadarkan, dan rasa optimisme itu menggerakkan. Sadar dan bergerak dari satu kebaikan menuju kepada kebaikan berikutnya. Berfatabiqul khairaat. Inilah esensi dari memimpin yang menularkan inspirasi dan opitimisme.
Jakarta, 1 Muharram 1441 Hijriah.