RADAR NONSTOP - Uji kelayakan dan kepatutaj atau fit and proper test 10 calon pimpinan (Capim) KPK berlanjut, Rabu (11/9/2019). Komisi III DPR RI akan ‘permak’ para kandidat selama dua hari.
Berdasarkan jadwal yang telah disusun Komisi III, pada Rabu 11 September 2019 yang akan mengikuti fit and proper test,yakni, Nawawi Pomolango, Lili Pintauli Siregar, Sigit Danang Joyo, Nurul Ghufron, dan I Nyoman Wara.
Sehari setelahnya atau Kamis, 12 September 2019, giliran Alexander Marwata, Johanis Tanak, Lutfhi Jayadi Kurniawan, Firli Bahuri, dan Roby Arya, yang akan mengikuti ujian tersebut.
BERITA TERKAIT :DPRD Tangsel Tancap Gas, Kebut 12 Raperda Di 2025
PPP DKI Aja Ambruk, RIDO Bisa Kena Prank Sandiaga Uno?
Ke-10 capim KPK ini sebelumnya mengikuti uji pembuatan makalah dengan alokasi 1 jam 30 menit. Terdapat 14 topik yang disiapkan untuk menjadi bahan pembuatan makalah tersebut.
Pembuatan makalah merupakan agenda kedua dari keseluruhan agenda rapat terkait Capim KPK periode 2019-2023 dengan Komisi III. DPR menggelar fit and proper test10 capim KPK dari pansel untuk kemudian dipilih 5 orang menjadi pimpinan KPK 2019-2023.
Seperti diketahui, proses seleksi capim KPK telah menyebabkan polemik di masyarakat, karena sejumlah capim dianggap tidak layak. Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo, mengklaim sudah 1000 pegawai di lembaga antirasuah yang menandatangani petisi menolak calon pimpinan KPK yang memiliki rekam jejak buruk.
Menurut Yudi, petisi tersebut dibuat sejak beberapa waktu hari lalu sebagai protes menolak capim KPK yang bermasalah dan diduga pernah melakukan pelanggaran etik.
Sebelumnya, anggota Panitia Seleksi Capim KPK, Indriyanto Seno Adji mengatakan, tidak ada capim KPK yang melanggar kode etik. Dia menjelaskan, jika ada dugaan pelanggaran etik di KPK maka pengaduan dari masyarakat akan masuk ke deputi pengawas internal dan pengaduan masyarakat. Lalu naik ke pimpinan KPK.
Jika dugaan makin menguat akan diserahkan kepada Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP), yang juga beranggotakan komisioner KPK.
Komisioner KPK akan memeriksa terduga pelanggar etik. Lalu dilanjutkan ke Dewan Pertimbangan Pegawai. DPP nantinya akan memutuskan apakah benar ada pelanggaran.
"Belum ada yang namanya keputusan DPP. Ada enggak keputusan DPP? Kalau enggak ada ya sudah jangan dicari-cari, jangan diduga-duga, jangan menzalimi seseorang," kata Indriyanto di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (9/9/2019).