RADAR NONSTOP-Wakil Ketua MPR dari Fraksi Demokrat, Syarief Hasan menghormati keputusan Mahkamah Konsitusi (MK) yang mengabulkan sebagian permohonan uji materi mengenai pasal pencalonan mantan narapidana di pemilu kepala daerah (pilkada). Eks napi pun baru bisa mencalonkan diri lima tahun setelah masa hukumannya berakhir.
"Suka tidak suka itu adalah keputusan intitusi dan keputusan final, MK itu kan institusi yang akhir untuk keadilan, kalau MK sudah memutuskan seperti itu seharusnya semua pihak mematuhi," kata Syarief di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019).
Ia mengatakan, MK adalah sebuah lembaga keadilan terakhir untuk masyarakat yang ingin mencari keadilan. Jika itu sudah putusan MK maka putusan itu final dan mengikat.
BERITA TERKAIT :OTT Mau Dihapus, Yang Sumringah Malah DPR Dan Langsung Tepuk Tangan
Biar Tahu Item Loksem Binaan UMKM, Kelurahan Penjaringan Tebar Data di Website Pemkot Jakut
"Kalau putusan MK kan biasanya MK memutuskan persoalan hukum di masyarakat ada persoalan hukum yang ada di UU, kalau ada yang dirugikan dibawa ke MK. Nah kalau MK sebagai final justifikasi itu harus kita ikuti," kata politikus Demokrat.
Syarief menegaskan, hingga saat ini partainya belum merencanakan sosialisasi putusan MK tersebut terhadap kader-kadernya di tanah air.
Seperti diketahui, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi atau MK yang dipimpin oleh Anwar Usman mengabulkan gugatan terkait batas waktu mantan narapidana untuk maju dalam pemilihan kepala daerah, pada Rabu 11 Desember 2019 di Mahkamah Konstitusi.
MK memutuskan mantan narapidana harus memiliki jeda 5 tahun untuk dapat maju dalam pilkada.
Dalam putusan itu, majelis hakim memastikan perubahan dilakukan terhadap Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota.
Revisi pasal itu mendetailkan persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon kepala daerah. Selain mantan narapidana harus memiliki jeda 5 tahun untuk dapat maju dalam pemilu, mantan napi yang akan maju juga bukan merupakan pelaku tindak pidana berulang.
Gugatan ini sendiri diajukan oleh Indonesian Corruption Watch (ICW) dan Perludem.