RADAR NONSTOP - Besok (27/3), DPRD DKI Jakarta bakal menggelar rapat pemilihan wakil gubernur (Wagub). Sikap kebelet para politisi Kebon Sirih itu mengundang banyak tanya.
Ada kesan, pemilihan kejar tayang. Ada juga yang menyebut pemilihan pengganti Sandiaga Uno adalah hanya hasrat politik kelompok.
Apalagi, keberadaan Wagub belum mendesak. Koordinasi Anies Baswedan dalam menangani tanggap darurat Corona masih berjalan lancar.
BERITA TERKAIT :Rakyat Menderita Saat Corona, Koruptor Malah Beli Pabrik Air Minum Di Bogor
Zita Jabat Wakil Menteri Pariwisata, Didongkrak Ayah Usai Gagal Jadi Cagub Dan Pimpinan DPRD DKI?
Pemilihan pasti akan mengundang seluruh anggota DPRD. Dalam satu ruangan dan terjadi interaksi diantara mereka.
Yang menjadi pertanyaan apakah para dewan itu bebas Corona? Kalau bebas apakah ada surat resmi dari rumah sakit rujukan Corona?
Jika tidak ada, maka peluang mereka saling menularkan tentunya bisa besar. Apalagi, sudah ada anggota dewan yang dinyatakan terjangkit COVID-19.
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Idham Azis secara resmi sudah mengeluarkan maklumat tentang kepatuhan terhadap kebijakan pemerintah dalam penanganan penyebaran virus corona baru alias Covid-19.
Dalam maklumat yang dikeluarkan pada Kamis (19/3) itu, kegiatan yang menjadi tempat berkumpulnya massa dalam jumlah banyak di tempat-tempat umum maupun di lingkungan sendiri dilarang.
Seperti diberitakan, Kaidv Humas Polri, Irjen Mohammad Iqbal di Mabes Polri, Senin (23/3) mengaku, kebijakan tersebut untuk memberikan pengayoman dan perlindungan kepada seluruh masyarakat Indonesia yang senantiasa mengacu pada asas keselamatan rakyat.
“Saya ulangi asas keselamatan rakyat yang menjadi hukum tertingginya,” tekan Iqbal.
Untuk itu, Polri akan melalukan pembubaran terhadap masyarakat yang masih berkerumun, terlebih hanya nongkrong di jalan yang dikhawatirkan dapat menyumbang penyebaran Covid-19. Iqbal menekankan, ada sanksi pidana jika pembubaran oleh petugas yang mengedepankan persuasif dan humanis tak diindahkan oleh masyarakat.
“Kami akan proses hukum. Pasal 212 KUHP barang siapa yang tidak mengindahkan petugas yang berwenang yang saat ini melaksanakan tugas dapat dipidana, kemudian Pasal 214, dan 216 intinya bisa dipidana,” pungkas Iqbal.
Adapun pasal 216 ayat (1): Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya.
Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Dan pasal 212 KUHP berisi: Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Lalu dalam pasal 214 KUHP (1) Paksaan dan perlawanan berdasarkan pasal 211 dan 212 jika dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (2) Yang bersalah dikenakan: 1. pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan, jika kejahatan atau perbuatan lainnya ketika itu mengakibatkan luka-luka; 2. pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika mengakibatkan luka berat;
3. pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika mengakibatkan orang mati. Kaitannya dengan pasal 214 KUHP, jika hal tersebut dilakukan oleh dua orang atau lebih, maka ancaman pidananya maksimal tujuh tahun penjara.