Jumat,  22 November 2024

Tata Kelola Penanganan Lemah

BP2MI: Trafficking Dan Perbudakan Masih Rentan Dialami PMI

RN/CR
BP2MI: Trafficking Dan Perbudakan Masih Rentan Dialami PMI
-Net

RADAR NONSTOP - PMI (Pekerja Migran Indonesia) masih rentan terhadap bahaya kekerasan seperti pelecehan, trafficking (perdagangan manusia), perbudakan dan kerja paksa. Hal ini disebabkan masih lemahnya tata kelola penanganan PMI.

Begitu dikatakan Kepala BP2MI Benny Rhamdani menyebut saat ini sebesar 80 persen dari kasus terjadi akibat lemahnya tata kelola dari hulu. 

"Saat ini tata kelola penanganan pekerja migran memang masih lemah. Kerentanan ini masih menjadi tantangan yang harus segera diperbaiki bersama-sama secara tepat dan cepat," ungkapnya dalam keterangan resmi seperti dilansir laman CNN pada Sabtu (16/5/2020).

BERITA TERKAIT :
Yahya Sinwar Sudah Tewas, Netanyahu Masih Jadi Mesin Pembunuh?
Sengkarut Bulan Dana Palang Merah Indonesia (PMI), Begini Kata Abdul Haris

Sementara, dalam Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2017 telah diamanatkan pelindungan bagi TKI secara menyeluruh. Perlindungan mencakup jaminan perlindungan sosial, jaminan hukum, dan jaminan ekonomi bagi calon TKI mau pun keluarganya baik sebelum, selama, mau pun setelah bekerja di luar negeri.

Oleh karena itu, ia menyebut perlunya perubahan  substansial dalam tata kelola di hulu, seperti  perjanjian dan koordinasi  berbagai pihak (multi-stakeholder). Juga pembagian peran tugas dalam pelayanan dan pelindungan TKI masih perlu dibenahi dan diperkuat. 

"Pembagian kewenangan ini diharapkan memberikan jaminan pelindungan kepada calon  Pekerja Migran dan keluarganya," katanya menambahkan.

Benny menyebut TKI sebagai warga negara Very Very Important Person (VVIP), ia pun berjanji akan melindungi TKI dari perdagangan manusia, perbudakan dan kerja paksa, kekerasan dan perlakuan lain yang melanggar.

Kata Benny, Undang-Undang telah mengatur hak bekerja sebagai Hak Asasi Manusia (HAM) setiap WNI. Karena itu, negara menjamin hak warga untuk memperoleh pekerjaan yang layak di dalam negeri atau luar negeri lewat penempatan di tempat bekerja yang layak.

"Negara wajib membenahi sistem penempatan dan pelindungan secara terpadu, baik oleh pemerintah pusat dan daerah dengan mengikutsertakan masyarakat," terang dia.

Dia menyampaikan, selama kurun waktu 2015-2018, penempatan pekerja migran masih didominasi oleh sektor informal yang mencapai 1,2 juta orang. Dengan 550 ribu orang merupakan pekerja laki-laki (47 persen) dan 625 ribu orang sisanya adalah pekerja perempuan (53 persen). 

Upaya memperbaiki ekosistem pun kerja ditempuh dengan perjanjian bilateral dengan negara penempatan untuk pelindungan PMI serta melakukan koordinasi dan kewenangan penanganan Pekerja Migran bermasalah. 

Selain kewenangan, perubahan mendasar dilakukan untuk memberikan pelindungan maksimal kepada Pekerja Migran. Seperti perubahan ruang lingkup bekerja pada badan hukum, perseorangan dan Anak Buah Kapal (ABK), keluarga Pekerja Migran di dalam negeri maupun di negara penempatan.

"Penempatan dan pelindungan PMI perlu dilakukan secara terpadu antara instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah dengan mengikutsertakan masyarakat," pungkasnya.