Rabu,  27 November 2024

Tangkap Orang tanpa Kuat Bukti

Anak Buah Kapolri Tito Digugat Rp 500 Juta

Agus Supriyanto
Anak Buah Kapolri Tito Digugat Rp 500 Juta
H. Mulfi As Nasru, korban yang ditangkap anak buah Kapolri Tito Karnavian tanpa bukti kuat sedang di-BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dari malam hingga subuh..

RADAR NONSTOP--Sembilan anak buah Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian yang bertugas di Polres Jakarta Selatan digugat sebesar Rp 500 juta. Hal itu dikarenakan sembilan oknum polisi tersebut menangkap seorang warga dengan tuduhan penggandaan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) tanpa bukti yang kuat.

Tidak hanya Polres Jakarta Selatan, pihak Polda Metro Jaya, penjual mobil bernama Syamsul Bedu dan leasing Andalan Finance juga digugat secara bersamaan ke Pengadilan Negeri Bekasi oleh korban penangkapan tanpa bukti kuat, H. Mulfi As Nasru. Korban yang ditangkap sembilan oknum polisi bernama H. Mulfi As Nasru, warga Petukangan Utara, Pesanggrahan, Jakarta Selatan.

"Saya gugat mereka Rp 500 juta karena saya telah dirugikan. Nama baik saya dicemarkan. Mobil saya ditahan/disita. Waktu, energi terbuang sia-sia. Tanggal 8 November 2018 nanti sidangnya di PN Bekasi," ungkapnya.

BERITA TERKAIT :
Wakapolri Ahmad Dofiri, Bongkar Kasus Ferdy Sambo Hingga Tumpas Gangster DIY
Judi Online Digandrungi Anak Muda, Biang Keroknya Influencer Dan Pasangan Murah Hingga Beking

Diketahui, Mulfi adalah ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia Ranmor Watch (IRW), sebuah organisasi yang membantu atau bermitra dengan polisi dalam mengawasi dan mencari pelaku pencurian kendaraan bermotor. Kepada Radar Nonstop, di Jakarta, Senin (15/10/2018), Mulfi mengaku ditangkap sembilan anggota Polres Jakarta Selatan. "Kejadian penangkapan di Mal Citos, Jaksel, 17 September 2018," ujar Mulfi.

Ia menceritakan, saat itu, ada seorang teman yang baru dikenal ingin membeli mobil Fortunernya dan mengajak bertemu di Mal Citos. "Begitu sampai di Mal Citos, ternyata, saya ditangkap  sembilan orang yang mengaku sebagai polisi Polres Metro Jakarta Selatan," ucapnya.

Mulfi pun terkejut. Karena, bukan pembeli yang ditemuinya, melainkan sembilan polisi. "Mereka menangkap saya. Tiba-tiba, mereka minta kunci mobil dan STNK saya tanpa alasan yang jelas. Saya hanya diminta naik ke mobil polisi. Sedangkan, mobil saya entah dibawa oleh siapa waktu itu," tukasnya.

Korban pun menanyakan apa masalahnya sehingga harus dibawa ke kantor polisi. "Polisi menjawab, nanti dijelaskan di kantor (polisi). Setelah sampai di Kantor Polres Jaksel, saya dituduh menggandakan surat bukti kepemilikan mobil (BPKB). Saya tanya, apa buktinya? Dan polisi enggak bisa menjawab sampai sekarang. Mobil saya malah disita," cetusnya.

Proses penangkapan itu pun, kata dia, sangat janggal karena tidak sesuai SOP (standar operasional prosedur). "Saya tanya surat perintah penangkapannya, mereka enggak bisa menunjukkan. Lalu, bukti kesalahan saya, mereka tidak juga bisa membuktikan. Terus tidak ada LP (laporan polisi). Masak langsung ditangkap. Belakangan baru diketahui, penangkapan tanggal 17-9-2018. Tapi, buat LP-nya tanggal 28-9-2018. Kan lucu. LP-nya pasal pemalsuan STNK dan BPKB," urainya.

Pria yang memimpin IRW dan telah berhasil mengungkap kasus pencurian kendaraan bermotor ini pun kecewa karena polisi memeriksanya dari pukul 18.00 WIB sampai subuh. "Yang jelas ada satu oknum yang mengaku bertangung jawab dalam hal ini, yaitu Iptu Gunawan Pangaribuan. Diduga, ia yang merekayasa kasus ini. Dan diduga, polisi diperalat oleh oknum yang melapor: Rangga Prayogi," tegasnya.

Yang Mulfi pertanyakan, Rangga Prayogi itu melaporkan dirinya apa yang dirugikan? "Harusnya, dia melaporkan Syamsul Bedu. Prayogi ini sebagai apa? Sebagai orang leasing atau pemilik kendaraan? Harusnya Prayogi melaporkan penjual mobil/Syamsul.  Bukan melaporkan saya. Dan perlu dipertanyakan, kalau memang benar Yogi sebagai pemilik mobil, atau kehilangan mobil harusnya melaporkan Syamsul. Jangan-jangan, Prayogi dan Syamsul kongkalikong. Karena, pelapor tahu bahwa Syamsul sudah meninggal.
Kenapa saat sudah mati dipersoalkan? Kenapa tidak sewaktu Syamsul masih hidup?" ketusnya.

Dijelaskan Mulfi, dirinya membeli mobil Fortuner B-1228-SA dari Syamsul Bedu, warga Bekasi melalui Mahmudin pada Februari 2017. "Saya beli secara pribadi ke dia (Syamsul). Bukan melalui leasing. Surat-surat kendaraan waktu saya beli lengkap dan asli karena sudah saya cek fisik dan ke samsat juga," terangnya.

Dengan tegas, Mulfi pun saat ini, meminta BPKB mobil itu diakui karena memang benar. Dan, pintanya, polisi mengembalikan mobilnya yang disita. "Saya tidak menggandakan. Saya menerima BPKB sesusai dengan aslinya waktu menanyakan bagian Samsat Polda Metro Jaya," imbuhnya.

Akhirnya, Mulfi mengultimatum, apabila kasus yang dituduhkannya ini tidak terbukti, dan berarti itu mencemakan nama baiknya, maka mereka sembilan oknum polisi yang menangkapnya itu harus dipindahkan ke Papua atau Aceh supaya bisa belajar lebih baik lagi soal menangani kasus kriminal. 

Sementara itu, Kasubnit III.2, Reskrim Polres Jaksel, Iptu Gunawan Pangaribuan saat dikonfirmasi Radar Nonstop mengatakan, kasus tersebut masih berjalan. "Masih berjalan. Masih panggil  saksi-saksi. Masih berjalan ya," kilahnya.

Soal gugatan korban terhadap dirinya dan delapan anggota Polres Jaksel lainnya, Gunawan menyatakan, itu hak korban. "Nanti, kan ada pimpinan kami yang akan memberikan keterangan. Soal gugatan, itu hak dia (korban). Nanti saya kabari lagi," Gunawan berujar.