Sabtu,  23 November 2024

Pemerintah Tunda Pembahasan RUU HIP

RN/CR
Pemerintah Tunda Pembahasan RUU HIP

RADAR NONSTOP - Pemerintah akhirnya menunda membahas Rancangan Undang - Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP).

"Terkait RUU HIP, Pemerintah menunda utk membahasnya dan meminta DPR sbg pengusul utk lbh bnyk berdialog dan menyerap aspirasi dulu dgn semua elemen masyarakat," tulis Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD di akun twitternya, Selasa (16/6/2020).

Pemerintah, jelas mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini, masih lebih fokus dulu untuk menghadapi pandemi Covid-19. 

BERITA TERKAIT :
Kevin Diks Dilirik Klub Liga Utama Jerman
Ole Romeny Bela Skuad Garuda Maret 2025

"Menko Polhukam dan Menkum-HAM diminta menyampaikan ini," bebernya.

Sebelumnya, Wakil Ketua MPR RI, Syarief Hasan menilai RUU Haluan Ideologi Pancasila memiliki banyak masalah di dalamnya.

Dia meminta pemerintah dan DPR tidak perlu melanjutkan pembahasan RUU tersebut. 

"Indonesia hari ini juga tidak memerlukan RUU HIP. Selain karena memiliki banyak masalah di hampir semua pasalnya, penjabaran mengenai Pancasila di berbagai sektor juga telah dijabarkan di dalam batang tubuh UUD NRI 1945. Sehingga RUU HIP ini hanya akan membuat tumpang tindih peraturan dan undang undang yang berlaku di Indonesia,” ujar Syarief.

Politikus Partai Demokrat itu menilai prinsip dasar Pancasila dalam Rancangan Undang-Undang Haluan Idelologi Pancasila dinilai berbeda dengan prinsip dasar yang tercantum dalam Pembukaan UUD NRI 1945. 

Menurutnya, prinsip dasar yang disebutkan di dalam Pasal 3 RUU HIP tidak utuh dan berbeda secara tekstual dengan Pembukaan UUD NRI 1945 dalam beberapa hal, yaitu:

Pertama, dalam RUU HIP hanya menyebut Ketuhanan yang akan membuka corong masuknya paham politeisme yang bertentangan dengan sila pertama Pancasila.

Prinsip kedua, sambung dia, hanya menyebut Kemanusiaan yang berbeda dengan sila kedua Pancasila sebab mengabaikan keadilan dan keberadaban sehingga dapat mendistorsi Pancasila.

Berikutnya, prinsip ketiga, berbunyi Kesatuan yang berpotensi menghilangkan perbedaan latar belakang masyarakat yang harusnya menjadi kekayaan budaya Indonesia. Frasa ini, jelas dia, memiliki makna yang jauh berbeda dengan Persatuan Indonesia yang lebih mengakomodir perbedaan dalam bingkai ke-Indonesia-an. 

Prinsip keempat, jelas Syarief, menyebut demokrasi yang tidak pernah ada dalam sila Pancasila dan berbeda dengan nilai musyawarah.

Terakhir, prinsip kelima, yang hanya menyebut Keadilan sosial yang mengabaikan kalimat bagi seluruh rakyat Indonesia sehingga berpotensi multitafsir.