RADAR NONSTOP - Indonesia Police Watch (IPW) memberi apresiasi pada Mabes Polri yang telah mencopot Brigjen Prasetyo Utomo, dalam kasus buronan kelas kakap, Joko Tjandra. Kamis (16/7/2020).
Dalam rilis media yang diterima Radarnonstop.co, IPW menyampaikan dugaan suap menyuap di balik persekongkolan jahat melindungi buronan kakap Joko Tjandra harus diusut tuntas.
Dalam rilis itu, IPW menyebut Brigjen Nugroho Wibowo yang telah menghapus red notice Joko Tjandra juga harus dicopot dari jabatannya sebagai Sekretaris NCB Interpol Indonesia.
BERITA TERKAIT :Wakapolri Ahmad Dofiri, Bongkar Kasus Ferdy Sambo Hingga Tumpas Gangster DIY
Judi Online Digandrungi Anak Muda, Biang Keroknya Influencer Dan Pasangan Murah Hingga Beking
Ketua Presidium IPW, Neta S Pane mengatakan, dari penelusuran IPW bahwa dosa Brigjen Nugroho Wibowo sesungguhnya lebih berat ketimbang dosa Brigjen Prasetyo.
Sebab, kata Neta, melalui surat No: B/186/V/2020/NCB.Div.HI tertanggal 5 Mei 2020, Brigjen Nugroho mengeluarkan surat penyampaian penghapusan Interpol Red Notice Joko Tjandra kepada Dirjen Imigrasi.
"Tragisnya, salah satu dasar pencabutan red notice itu adalah adanya surat Anna Boentaran tgl 16 April 2020 kepada NCB Interpol Indonesia yang meminta pencabutan red notice atas nama Joko Tjandra," kata Neta melalui rilis media yang diterima Radarnonstop.co, Kamis (16/7/2020).
Menurut Neta S Pane, surat itu dikirim Anna Boentaran 12 hari setelah Brigjen Nugroho duduk sebagai Sekretaris NCB Interpol Indonesia.
Neta menilai, begitu mudahnya Brigjen Nugroho membuka red notice terhadap buronan kakap yang belasan tahun diburu Bangsa Indonesia tersebut.
"Melihat fakta ini IPW meyakini ada persekongkolan jahat dari sejumlah oknum pejabat untuk melindungi Joko Tjandra. Jika Mabes Polri mengatakan pemberian surat jalan pada Joko Tjandra itu adalah inisiatif individu Brigjen Prasetyo, IPW meragukannya. Sebab dua institusi besar di polri terlibat memberikan karpet merah pada sang buronan, yakni Bareskrim dan Interpol," jelas Neta.
Dengan begitu, Neta menyebut kedua lembaga itu nyata-nyata melindungi Joko Tjandra. Bahkan pihaknya menduga, ada gerakan-gerakan individu dari masing-masing jenderal yang berinsiatif melindungi Joko Tjandra.
"Jika hal itu benar terjadi betapa kacaunya institusi Polri, apa mungkin kedua Brigjen tersebut begitu bodoh berinisiatif pribadi memberikan karpet merah pada Joko Tjandra. Kenapa Brigjen Nugroho yang baru duduk sebagai Sekretaris NCB Interpol begitu lancang menghapus red notice Joko Tjandra, apakah dia begitu digdaya bekerja atas inisiatif sendiri seperti Brigjen Prasetyo?,"ungkap Neta.
Neta menegaskan, dalam kasus itu kenapa Dirjen Imigrasi tidak bersuara ketika Brigjen Nugroho melaporkan bahwa red notice Joko Tjandra sudah dihapus? Bahkan, menurutnya, aksi diam para pejabat tinggi ini tentu menjadi misteri.
"Semua ini hanya bisa dibuka jika Presiden Jokowi turun tangan untuk membersihkan Polri, dengan cara membentuk Tim Pencari Fakta Joko Tjandra. Tanpa itu semua, kasus Joko Tjandra akan tertutup gelap karena tidak mungkin jeruk makan jeruk," cetusnya.
Akibat ulah para jenderal itu, sambung Neta, kasus Joko Tjandra menjadi catatan hitam bagi Polri. Lembaga kepolisian yang seharusnya wajib menangkap buronan malah melindungi sang buronan kakap, bahkan memberinya karpet merah.
"Bagaimana pun sebagai pimpinan, Kapolri Idham Azis dan Kabareskrim Sigit harus bertanggungjawab terhadap kekacauan ini. Jika Mabes Polri mengatakan kasus ini adalah inisiatif jenderal pelaku, bisa disimpulkan betapa tidak berwibawanya Kapolri dan Kabareskrim sehingga jenderalnya bisa bertindak ngawur seperti itu," katanya.
Institusi Polri, menurut IPW, harus diselamatkan dari ulah para jenderal yang bermental bobrok. Setelah Brigjen Prasetyo, kini harus Brigjen Nugroho Wibowo yang segera dicopot dari jabatannya.