RADAR NONSTOP - Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Asshiddiqiyah Jakarta, KH Noer Muhammad Iskandar SQ, telah meninggal dunia. Para santri dan alumni diharapkan mengikhlaskan kepergian sang kiai.
"Kami turut kehilangan atas wafatnya Abah. Doa kami untuk Abah," tegas Rivan, salah satu alumni Pondok Pesantren Asshiddiqiyah yang ditemui di Jakarta, Minggu (13/12) malam.
Dia menyatakan, dirinya bersama teman-teman sesama alumni akan menggelar doa bersama buat Abah. "Kami memanggil Pak Kiai biasanya Abah," tegas pemuda yang tinggal di kawasan Kembangan, Jakbar ini.
BERITA TERKAIT :Pesantren Tak Berizin Di Bekasi, Ayah-Anak Cabuli Santriwati
Mantan Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto Rajut Silaturahmi ke Ponpes Taubatan Nasuha An-Nahdliyah
"Innalillahi wa inna ilaihi raji'un. Allahummahjurni fi mushibati wakhluf li khairan minha. Telah wafat guru, Abah kami tercinta: Abah Dr. K.H Nur Muhammad Iskandar, SQ, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah," demikian kabar duka yang disampaikan akun Instagram Ponpes Asshiddiqiyah, Minggu (13/12/2020).
KH Noer Muhammad wafat di Rumah Sakit (RS) Siloam, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, sekitar pukul 13.41 WIB tadi. Segenap keluarga besar Pesantren Asshiddiqiyah berbela sungkawa atas berpulangnya KH Noer Muhammad.
"Untuk para alumni, santri, dan khalayak umum, kami meminta keikhlasan do'a, semoga beliau khusnul khatimah dan semua perjuangan beliau berkhidmah untuk umat diridhai Allah SWT. Semoga keluarga besar Pondok Pesantren Asshiddiqiyah diberikan ketabahan dan hati yang lapang. Aamiin," demikian imbau Ponpes lewat akun Instagramnya.
Pihak Ponpes memohonkan maaf atas semua kesalahan KH Noer Muhammad. Perjuangan Sang Kiai harus dilanjutkan bersama-sama supaya sukses dunia-akhirat.
KH Noer Muhammad mendirikan Ponpes Asshiddiqiyah pada Rabiul Awal 1406 Hijriah atau 1985 Masehi. Ponpes ini beralamat di Kedoya Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Namun ada 11 pesantren Asshiddiqiyah yang tersebar di beberapa daerah, yakni Batu Ceper, Tangerang; Cimalaya, Karawang; Serpong, Tangerang; Cijeruk, Bogor; Musi Bayuasin, Sumsel; Way Kanan, Lampung; Gunung Sugih, Lampung; hingga Cianjur, Jawa Barat.
Rajin Dakwah
Dikutip dari situs Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, Minggu (13/12/2020), KH Nur Iskandar dikenal sebagai salah satu dai (pendakwah) yang rajin. Bahkan, dia sering muncul di saluran televisi nasional.
Nur Iskandar dilahirkan di Sumber Beras, Banyuwangi, 5 Juli 1955 dari orang tua Kiyai Iskandar dan Nyai Rabiatun. Pendidikannya dimulai di pesantren Jawa Timur dan akhirnya sekolah di Jakarta.
Dia menikah di usai 27 tahun, yakni pada 1982. Istrinya adalah Hj Siti Nur Jazilah.
Nur Iskandar lantas mendirikan yayasan Al Muchlisin di Pluit. Yayasan pendidikan yang berawal dari kegiatan remaja masjid Al Muchlisin ini berkembang menjadi Madrasah Dinniyah.
Pada periode ini, Nur Iskandar mulai mendapat berbagai undangan ceramah.
Pada tahun 1983, dia bertemu kawan lama yang sudah menjadi Asisten Menteri Agama bernama H Rosyidi Ambari. Olehnya, dia diminta mengelola sebidang tanah 2 ribu meter persegi untuk dijadikan lembaga pendidikan Islam di Kedoya, Jakarta Barat.
Inilah yang kemudian menjadi Pondok Pesantren Asshidiqiyah pada Rabiul Awal 1406 Hijriyah atau Juli 1985 Masehi.
Dikutip dari buku 'Abdurrahman Wahid dan Hubungan dengan PKB' terbitan Tempo Publishing, Nur Iskandar termasuk orang yang dekat dengan Gus Dur. Dalam catatan pemberitaan detikcom tahun 2004, Nur Iskandar SQ adalah anggota DPR Fraksi PKB.