RN - Polemik Revisi Undang-Undang Pemilu kian mengencang. Sebagian besar partai politik di Senayan tidak setuju untuk merevisi UU tersebut. Sehingga, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dipastikan akan dilakukan serentak dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) pada tahun 2024 nanti.
Sejumlah pihak menyebut, bahwa kebanyakan partai politik itu diduga ingin menjegal Anies Baswedan untuk Pilpres nanti. Padahal, Anies Baswedan menjadi sosok paling potensial untuk menggantikan Joko Widodo di Istana Negara.
"Kalau pun nanti Pilkada serentak jadi 2024, waktu pendaftaran pilkada dan pilpres itu sama waktu pendaftarannya. Saya mencium nanti parpol-parpol akan mendorong Anies untuk mendaftar pada Pilkada saja, menjadi gubernur lagi. Sehingga dia nggak bisa jadi Presiden," ujar Ketua Aliansi Masyarakat Jakarta (Amarta), Rico Sinaga, di Jakarta, Kamis (4/2/2021).
BERITA TERKAIT :Bawa Gerbong Relawan Dukung RIDO, Emang Sandiaga Uno Masih Laku?
Pramono Jangan Mau Dikibuli, Para Pemburu Jabatan Jago Klaim Dan Pasang Boneka
Aktivis senior di DKI Jakarta ini mengingatkan Anies Baswedan agar tidak terbawa gerakan-gerakan partai politik yang merugikan itu. Dia meyakini, Anies Baswedan sebagai aktivis petarung bisa menghadapi kelompok - kelompok itu dengan baik.
"Saya ingatkan saja, supaya Anies tetap tegar jangan terbawa pikiran seperti itu. Anies ini dari mulai kuliah ini petarung, pernah jadi ketua dewan mahasiswa di UGM, bukan universitas kaleng-kaleng. Dia juga pernah capres di partai Demokrat. Di usia muda, dia juga rektor di Paramadina. Dia masuk di tim Jokowi - JK. Sekarang ini, Anies ini sudah kelas presiden. Bukan gubernur lagi," jelasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Fadli Zon menegaskan, langkah partainya mendukung pilkada serentak 2024 bukan bertujuan untuk menjegal Anies Baswedan, yang masa jabatannya sebagai gubernur DKI Jakarta akan habis pada 2022.
Fadli menegaskan, keputusan Gerindra mendukung pilkada serentak di 2024 adalah demi kepentingan yang lebih besar, yakni untuk menjaga konsistensi UU Pemilu agar tidak terus berubah-ubah setiap lima tahun sekali.
Karena itu, Fadli meminta sikap Gerindra itu tidak dikaitkan secara sempit dengan kontestasi pilkada di suatu daerah, termasuk di DKI Jakarta.
"Saya kira enggak bisa dilihat kasus per kasus gitu. Kalau kasus per kasus kan semua kena. Banyak gubernur, bupati wali kota dari semua parpol (yang habis masa jabatannya pada 2022)," kata Fadli Zon seperti dikutip Kompas.com.