Jumat,  22 November 2024

Duet AHY Dan Airlangga Halusinasi, Demokrat: Priuk Nasinya Lagi Retak  

NS/RN/NET
Duet AHY Dan Airlangga Halusinasi, Demokrat: Priuk Nasinya Lagi Retak  
M Qodari

RN - Partai Demokrat membalas kritik Direktur Indo Barometer M Qodari. PD menilai, kalau ucapan Qodari tidak menunjukan kualitas seorang peneliti.

Deputi Balitbang DPP PD Syahrial Nasution menilai analisis Qodari soal duet AHY-Airlangga tidak menunjukkan kualitas sebagai peneliti. Syahrial menyebut analisis Qodari ngawur.

"Analisis Qodari ini normatif, tapi tidak menunjukkan kualitas sebagai peneliti yang punya kualifikasi bagus. Apalagi hebat. Akhirnya, sudah normatif, ngawur pula," kata Syahrial kepada wartawan dikutip dari dtc, Selasa (8/6/2021).

BERITA TERKAIT :
Sri Mulyani Langsung Ke Prabowo, Airlangga Jadi Menko Perekonomian Banci?
Nggak Mau Kalah Dari Gen Z, Emak-emak Kader dan PKK Penjaringan Ikut Pelatihan Komputer

"Ada interest pribadinya lebih kental daripada analisis sebagai pengamat atau peneliti," imbuhnya.

Syahrial juga menyindir Qodari. Menurutnya, analisis Qodari soal AHY-Airlangga itu muncul karena Moeldoko gagal mengkudeta AHY.

"Yang paling logis, barangkali periuk nasinya sedang retak, karena gagal sebagai pendukung Moeldoko dan KLB Sibolangit," sebutnya.

Diberitakan sebelumnya, Direktur Indo Barometer M Qodari menilai wacana pasangan AHY dan Airlangga Hartarto untuk maju Pilpres 2024 tak akan terealisasi. Qodari menilai analisis Demokrat soal AHY-Airlangga halusinasi.

"Sebetulnya agak halusinasi ya. Halu atau halusinasi kalau menyebut pasangan AHY dengan Airlangga itu mengulangi kejayaan SBY dan JK ya. Karena elektabilitas AHY itu jauh berbeda dengan SBY di tahun 2004 yang lalu," kata Qodari kepada wartawan, Selasa (8/6).

Balasan Qodari 

Direktur Indo Barometer M Qodari mengatakan dia menganalisis berdasarkan data yang sebenarnya.

"Syahrial Nasution kan menyebut analisis saya ngawur. Sekarang saya tanya, di mana ngawurnya. Coba tunjukkan ngawurnya data-data yang saya berikan. Kalau disebut ngawur, coba kasih data yang berbeda. Kan argumentasi saya itu pada dasarnya ada dua aspek. Pertama soal kuantitas, kedua soal kualitas," kata Qodari kepada wartawan, Selasa (8/6/2021).

Qodari kemudian menjelaskan analisisnya mengenai perbandingan AHY dan SBY. Menurutnya, AHY dan SBY tak bisa disamakan dalam pengalaman militer dan politik.

"Pertama antara SBY dan AHY. Di mana ngawurnya saya? Kalau bicara pangkat. Silakan dibantah kalau memang pangkatnya AHY itu lebih tinggi daripada SBY. Ya setahu saya Pak SBY itu terakhir jabatannya di militer itu bintang 3, kemudian dapat bintang 4, tanda kehormatan jabatannya Kaster. AHY saya cek di internet terakhir jabatannya mayor. Ya saya mohon maaf kalau jabatan mayor itu ternyata lebih tinggi daripada letnan jenderal. Berarti ya saya salah berarti harus dikoreksi itu pangkat di militer," kata dua.

"Yang kedua soal pengalaman di pemerintahan. Ya catatan saya juga Pak SBY pernah Menteri Pertambangan, Menko Polsoskam di zamannya Gus Dur. Pernah Menko Polkam di zamannya Bu Mega. Setahu saya catatan saya AHY belum pernah jadi menteri, koreksi saya lagi kalau salah. Jabatan terakhir yang saya tahu komandan batalion. Ya tolong dijawab, tolong dikasih tahu, dikasih data kalau AHY itu pernah menteri juga," lanjutnya.

Qodari juga memaparkan elektabilitas AHY dan SBY. Dia mengatakan elektabilitas SBY dalam survei LSI Agustus 2003 nomor dua, ada di bawah Megawati Soekarnoputri. Sementara pada Maret 2004 SBY pada peringkat pertama.

"Nah, AHY saya belum pernah lihat surveinya itu nomor 2 atau nomor 1, nomor 1 belum pernah. Ya setidaknya lihat survei inilah, SMRC, Charta, Indikator, Kompas, itu survei Kompas April 2021 posisinya nomor 7, 3,3 persen kalau nggak salah," katanya.