RN- Video rekaman diduga pemerasan oleh oknum polisi dalam penanganan kasus yang sedang ditanganinya tersebar di kanal YouTube kantor hukum LQ Indonesia Lawfirm. Dalam tayangan Youtube tersebut menampilkan sebuah rekaman percakapan antara seorang diduga pengacara dengan seorang diduga petugas kepolisian.
Percakapan tersebut terkait adanya dugaan permintaan gratifikasi oleh oknum Polri, dimana bermula ketika dua Laporan Polisi (LP) yang dilayangkan kuasa hukum LQ Indonesia Lawfirm telah diselesaikan secara Restorative Justice oleh tim kuasa hukum langsung ke perusahaan gagal bayar tanpa bantuan dari Penyidik Polda Metro Jaya.
Kemudian, di Subdit Fismondev unit 3 dan 5 dimintakan oleh tim kuasa hukum kepada Kasubdit Fismondev untuk dimohonkan penghentian penyelidikan dan penyidikan (SP3).
BERITA TERKAIT :Tol Cipali Rawan Begal, Viral Komplotan Maling Ban Serep Kejar-Kejaran Dengan Polisi
Live TikTok Jangan Asal Jeplak, Ratu Entok Masuk Bui Akibat Sebut Yesus Potong Rambut?
Kabid Humas LQ Indonesia Lawfirm Sugi dalam keterangan tertulis kepada wartawan menyampaikan, permintaan penghentian LP di proses di Fismondev sempat mandek. Ia menyebutkan, ketika terjadi Restorative Justice, kuasa hukum dipersulit hingga kuasa hukum menulis surat ke Polda Metro Jaya cq Direktur Kriminal Khusus.
"Lalu datanglah panit unit 5 memanggil UU kuasa hukum untuk bertemu dan menyampaikan pesan bahwa dimintakan lima ratus juta rupiah untuk biaya penghentian penyidikan untuk dua LP di unit 3 dan 5 untuk tandatangan sampai level direktur," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (28/10/2021).
Sugi mengaku heran dengan alur penyelsaiaan penghentian perkara yang dilakukan di Polda Metro Jaya. Menurutnya hal itu tidak logis dimana ada unit yang dianggapnya bisa mengondisikan unit lain.
"Masuk diakal tidak, anak buah di unit 5 mampu mengkondisikan kewenangan menghentikan penyidikan di unit lain (3) yang bukan wewenang dia untuk menghentikan? Lalu masuk logika tidak, ketika kuasa hukum menyampaikan ke kasubdit secara lisan akan memintakan SP3 ke kasubdit dan menghubungi kasubdit melalui w.a ingin bertemu membicarakan penghentian penyelidikan, tiba-tiba panit unit 3 lah yang menghubungi dan meminta kuasa hukum bertemu dan bicara masalah uang biaya koordinasi untuk hentikan penyidikan," ungkapnya.
"Logikanya apabila tidak disuruh oleh pimpinan Fismondev akan tahu dari mana Panit unit 5 karena kuasa hukum tidak komunikasi ke Panit melainkan dengan pimpinan Fismondev (Kasubdit Fismondev)," sambungnya.
Lebih lanjut Sugi menyampaikan bahwa hasil penyelidikan dan pemeriksaan Propam, Panit dan penyidik fismondev terbukti melanggar etik dan akan segera disidangkan. Namun, kata Sugi, LQ Indonesia Lawfirm masih menunggu tindakan nyata dari Propam Mabes yang sebelumnya memeriksa atasan panit dan penyidik tersebut.
Tetapi, Sugi mengaku bahwa hingga kini pihaknya belum menerima kabar kelanjutan dari proses tersebur."Beda dengan gagahnya mereka ketika datang ke kantor pusat LQ yang sebelumnya minta bertemu dengan Ketua Pengurus LQ melalui telpon ke 0818-0489-0999," ucapnya.
Sebelumnya, LQ Indonesia Lawfirm mengapresiasi Kapolri lantaran sudah melakukan perubahan di internal institusi Polri. Namun, kata Sugi, penindakan oknum dilapangan terutama Reserse oleh Propam tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Sugi menegaskan, masyarakat mampu melihat apakah penindakan oknum dugaan pemerasan hanya basa-basi untuk mencari kambing hitam atau benar membersihkan citra dan institusi Polri.
"Jika Kapolri melalui Kadiv Propam tidak berani memeriksa dan menindak teradu pimpinan Fismondev apalagi setelah LQ memberikan surat aduan resmi ke Propam, maka dapat kami katakan bahwa arahan Kapolri tidak dihargai oleh bawahannya. Pimpinan dan perwira reserse, menjadi 'raja-raja kecil' yang memeras masyarakat yang meminta layanan hukum dan dijadikan obyek sapi perahannya," pungkasnya.