Senin,  06 May 2024

Gus Yahya Ketum PBNU, KH Said Aqil Siradj Gagal Ikuti Jejak Gus Dur 

NS/RN
Gus Yahya Ketum PBNU, KH Said Aqil Siradj Gagal Ikuti Jejak Gus Dur 
KH Said Aqil Siradj (kiri) dan Gus Yahya.

RN - KH Said Aqil Siradj gagal mengikuti jejak KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Said Aqil gagal memimpin PBNU karena kalah dengan KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya).

Diketahui, Gus Dur berhasil menjadi Ketua Umum PBNU dalam tiga kali muktamar berturut-turut. KH Said Aqil Siradj lahir di Desa Kempek, Palimanan, Cirebon, Jawa Barat pada 3 Juli 1953. 

Diketahui, Gus Yahya menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dalam perhelatan Muktamar NU akhir 2021 di Lampung, Jumat (24/12/2021).

BERITA TERKAIT :
Gunung Semeru Batuk Lagi, Abunya Nyembur Sampai 1.000 Meter 
Musuh Airin Di Banten Belum Muncul, Gerindra: Tunggu Dulu & Slow Lah

Adapun jumlah suara yang diraup Gus Yahya sebanyak 327, sementara dua calon lainnya yaitu Kiai Said Aqil Siradj 207 sedangkan As'ad Said Ali sebanyak 17 suara.

Dalam pemilihan ada 552 suara yang diberikan kepada lima bakal calon ketua PBNU. Gus Yahya menjabat Ketua Umum PBNU periode 2021-2026. Dia lahir di Rembang, Jawa Tengah, 16 Februari 1966. 

Gus Yahya adalah putra (alm) KH Cholil Bisri, pengasuh Ponpes Raudlatut Thalibien Rembang, yang juga salah satu pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). KH Cholil Bisri adalah kakak kandung KH Mustofa Bisri atau akrab disapa Gus Mus, sehingga dengan demikian Yahya adalah kemenakan Gus Mus.

Yahya dibesarkan dalam lingkungan pondok pesantren tradisional. Selain belajar langsung kepada ayah dan pamannya, Yahya juga sempat menjadi santri asuhan (alm) KH Ali Maksum di Krapyak, Yogyakarta. Saat itu Yahya menuntut ilmu di Jurusan Sosiologi Universitas Gadjah Mada (UGM).

Selanjutnya Yahya bertolak ke Arab Saudi untuk mendalami ilmu agama. Yahya, yang semula hanya dikenal di kalangan santri, menjadi lebih moncer namanya ketika ditunjuk sebagai salah satu juru bicara (jubir) presiden para era pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Kala menjabat sebagai jubir, Yahya adalah sosok yang membacakan dekrit Presiden saat terjadi ketegangan politik antara Gus Dur dan DPR/MPR. Dekrit itulah yang kemudian dijadikan trigger untuk melengserkan Gus Dur dari kursi kepresidenan oleh lawan-lawan politiknya melalui Sidang Istimewa MPR, pertengahan 2001.

Yahya selanjutnya aktif di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Namun kebersamaan itu kandas. Dia pecah kongsi dengan kepengurusan PKB hasil Muktamar Semarang pada 2005. Selanjutnya Yahya lebih menekuni dunia keilmuan dengan kembali ke Ponpes Raudlatut Thalibien di Leteh, Rembang Kota, Kabupaten Rembang.

Di masa pemerintahan Jokowi periode pertama, Yahya termasuk dalam keanggotaan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), menggantikan KH Hasyim Muzadi yang meninggal dunia.

Pada kepengurusan PBNU hasil Muktamar Jombang 2015, kiai muda ini dipercaya menjabat posisi yang sangat terhormat sebagai Katib Aam Syuriah PBNU.

Pertengahan 2018, Yahya mengambil keputusan berani atas keputusannya berkunjung ke Israel. Tak hanya berkunjung, Yahya juga bertemu dengan PM Israel Benjamin Netanyahu, dan menjadi pembicara dalam forum American Jewish Committee (AJC) di Israel.

Dihujani kritik di dalam negeri, namun Yahya bergeming. "Upaya saya ini mengajak atau memperkuat gerakan perdamaian di tingkat akar rumput di masyarakat menjadi konsensus sosial. Semua orang mau perdamaian," kata Gus Yahya saat itu.

Tak berhenti di situ. Pada September 2019, Yahya bersama rombongan menggelar dialog antariman ke Vatikan. Para peserta saling bertukar pikiran mengenai kerukunan antarumat beragama. Dalam kunjungan itu Yahya bertemu langsung dengan Paus Fransiskus yang memimpin audiensi umum di Vatikan.