Jumat,  22 November 2024

Gak Ada Puasnye, Rahmat Effendi Juga Diduga Korupsi Pengadaan Lahan Grand Kota Bintang Bekasi

DIS
Gak Ada Puasnye, Rahmat Effendi Juga Diduga Korupsi Pengadaan Lahan Grand Kota Bintang Bekasi

RN - Wali Kota nonaktif Rahmat Effendi tidak ada puasnya menilep uang korupsi. Kali ini, KPK mencium adanya dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) dalam proses pengadaan lahan untuk pembangunan Grand Kota Bintang di Bekasi, Jawa Barat.

Dugaan tersebut terungkap usai penyidik KPK memeriksa Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Bekasi, Nadih Arifin.

"Yang bersangkutan hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan proses pengadaan lahan untuk pembangunan Grand Kota Bintang Bekasi," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Sabtu (28/1/2022).

BERITA TERKAIT :
Tom Lembong Curhat, Jalankan Perintah Jokowi Soal Impor Gula Tapi Berakhir Bui
Tom Lembong Seret Mantan Mendag, Kejagung Sepertinya Masuk Angin?

Diketahui, Rahmat Effendi bersama delapan orang lainnya ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi. Delapan tersangka lainnya yakni Camat Rawa Lumbu Makhfud Saifudin, Direktur PT MAM Energindo Ali Amril, Lai Bui Min alias Anen selaku pihak swasta sekaligus Direktur PT Kota Bintang Rayatri, dan PT HS Hanaveri Sentosa, Suryadi. Mereka dijerat sebagai pihak pemberi.

Kemudian Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP M. Bunyamin, Lurah Kati Sari Mulyadi, Camat Jatisampurna Wahyudin, dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Bekasi Jumhana Lutfi. Mereka dijerat sebagai pihak penerima bersama Rahmat Effendi.

Rahmat alias Pepen diduga menerima suap sekitar Rp 7,1 miliar dari sejumlah pihak swasta terkait fee ganti rugi serta pengerjaan proyek.

Diketahui, Pemkot Bekasi menganggarkan Rp286,5 miliar untuk belanja modal ganti rugi tanah pada 2021. Di antaranya, pembebasan lahan sekolah di wilayah Rawalumbu senilai Rp 21,8 miliar.

Kemudian, pembebasan lahan polder 202 senilai Rp 25,8 miliar, pembebasan lahan polder air Kranji senilai Rp 21,8 miliar; serta melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar.

Atas proyek-proyek tersebut, Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan intervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek pengadaan dimaksud, serta meminta untuk tidak memutus kontrak pekerjaan.

Sebagai bentuk komitmen, Pepen diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemkot Bekasi, di antaranya dengan menggunakan sebutan untuk sumbangan masjid.

Para itu pun menyerahkan sejumlah uang melalui perantara orang-orang kepercayaan Rahmat Effendi. Melalui Jumhana Lutfi, Rahmat Effendi menerima uang Rp 4 miliar dari Lai Bui Min; Rahmat Effendi juga menerima Rp 3 miliar dari Makhfud Saifudin melalui Wahyudin.

Selain itu, Rahmat diduga menerima uang Rp100 juta dari Suryadi dengan mengatasnamakan sumbangan ke salah satu masjid yang berada di bawah yayasan milik keluarganya.