Kamis,  25 April 2024

Erick Thohir Bikin Surat Untuk Direksi, Emang Ada Pelecehan Dan Bully Di BUMN? 

NS/RN
Erick Thohir Bikin Surat Untuk Direksi, Emang Ada Pelecehan Dan Bully Di BUMN? 

RN - Adanya aksi pelecehan di perusahaan BUMN bukan kabar burung. Menteri BUMN Erick Thohir bahkan sudah mendengar adanya dugaan pelecehan dan perundungan (bully) di BUMN. 

Erick juga mengutuk keras atasan atau bos yang mengambil keuntungan dari bawahan perempuannya, dengan cara-cara yang tidak profesional, seperti pelecehan. 

Kementerian BUMN menerbitkan surat edaran pencegahan kekerasan dan pelecehan di BUMN. Hal ini dilakukan dalam rangka menyambut Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

BERITA TERKAIT :
Dirujak Netizen Akibat Meludah, Karyawan Pertamina Belum Dipecat 
Eks Dirut PT HK & Sanitarindo Tangsel Jaya Digarap, KPK Korek Korupsi Tol Trans Sumatera  

Seorang karyawan BUMN yang namanya enggan disebutkan mengaku, insiden bully biasanya terjadi berawal dari persaiangan kerja. "Dari becanda berlanjut ke saling hujat dan buly membully," tegasnya.

Adapun surat edaran bernomor SE-3/MBU/04/2022 itu memuat sejumlah kebijakan berperilaku saling menghargai di tempat kerja atau respectful workplace policy (RWP).

"Kementerian BUMN berkomitmen menyediakan lingkungan kerja yang saling menghormati, bebas dari diskriminasi, pengucilan atau pembatasan, pelecehan, perundungan, dan berbagai bentuk kekerasan lainnya serta menjunjung tinggi martabat dan harga diri, untuk menjaga produktivitas selama bekerja," ujar Erick Thohir dalam keterangan tertulis, Sabtu (16/4/2022).

Erick Thohir mengatakan Kementerian BUMN juga memberi perhatian pada penyandang disabilitas, kesetaraan gender, serta mencegah adanya bias dan diskriminasi terhadap perempuan di lingkungan BUMN, anak perusahaan BUMN, dan perusahaan afiliasi terkonsolidasi atau Grup BUMN.

Ia meminta seluruh direksi memberikan kesempatan yang sama kepada laki-laki dan perempuan dalam menduduki seluruh tingkat jabatan di perusahaan. Surat edaran ini bertujuan mewujudkan lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan harmonis.

"Aturan ini menjadi pedoman seluruh insan BUMN untuk berperilaku sopan dan menghindari berperilaku tidak hormat, termasuk perilaku yang akan menyinggung, mengintimidasi, mempermalukan orang lain, berbagai bentuk pelecehan, perundungan, serta bentuk-bentuk kekerasan lainnya yang berpotensi merendahkan harkat dan martabat kemanusiaan," ujar Erick Thohir.

Dalam surat edaran ini, Menteri BUMN meminta direksi BUMN menyusun dan menerapkan RWP di lingkungan Grup BUMN. Ia mengaku tidak akan mentolerir setiap tindakan diskriminasi, kekerasan, pelecehan di seluruh lingkungan BUMN. Direksi BUMN ditugaskan menyiapkan program strategis maupun taktis dalam penyusunan dan penerapan RWP.

Erick menyampaikan penerapan RWP mencakup penyiapan pola pikir dan kesadaran, kebijakan tindakan pencegahan, publikasi pencegahan diskriminasi, kekerasan, dan pelecehan, serta sistem kewaspadaan atas risiko kejadian. BUMN diharapkan memiliki strategi dalam tindakan penanganan meliputi mekanisme pelaporan, investigasi, penanganan dan pendampingan, sanksi dan support system seperti hotline, platform pelaporan, format pelaporan dan investigasi, penyiapan tim profesional pendampingan serta anggaran pendampingan.

Tindakan pengawasan meliputi implementasi keputusan sanksi dan pemenuhan hak-hak korban. Menteri BUMN mewajibkan seluruh insan BUMN mengimplementasikan prinsip-prinsip RWP di lingkungan BUMN dengan menghargai perbedaan dalam lingkungan kerja yang beragam. Erick Thohir ingin memastikan setiap insan BUMN tidak diperlakukan berbeda karena karakteristiknya serta memiliki kesempatan akses sarana dan prasarana yang sama dan adil.

Direksi BUMN wajib melakukan penindakan terhadap setiap bentuk pelanggaran dan menerapkan sanksi secara konsisten dan konsekuen sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan pada masing-masing perusahaan.

Selain itu direksi dan seluruh pihak yang menangani kegiatan RWP wajib menjaga dan menjamin kerahasiaan atas segala data dan informasi terkait kejadian pelanggaran, melakukan tindak lanjut atas pelaporan yang memenuhi persyaratan dan ketentuan yang ditetapkan, melakukan pendampingan secara terpisah terhadap pihak pelapor dan terlapor selama proses penanganan kasus berlangsung, dan membuat pelaporan dan evaluasi atas pelaksanaan RWP secara berkala.

Diketok DPR

Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) resmi disahkan pada Rapat Paripurna DPR RI ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022, Selasa, 12 April 2022. UU TPKS ini mengatur tentang tindak pidana kekerasan seksual. 

Merujuk naskah UU TPKS yang diterima Tempo, terdapat sembilan jenis kekerasan seksual yang tertuang dalam Pasal 4 Ayat 1. 

Jenis kekerasan seksual itu terdiri dari pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, dan pemaksaan sterilisasi. 

Selanjutnya ada pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan terakhir yaitu kekerasan seksual berbasis elektronik. Selain kesembilan jenis kekerasan seksual tersebut, terdapat 10 bentuk kekerasan seksual yang dikategorikan tindak pidana. 

Diatur dalam Pasal 4 Ayat 2, rinciannya yakni pemerkosaan, perbuatan cabul, persetubuhan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap anak, dan atau eksploitasi seksual terhadap anak, dan perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban.

Lalu pornografi yang melibatkan anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual, pemaksaan pelacuran, tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual, serta kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga.

Ketua Panitia RUU TPKS, Willy Aditya, mengatakan secara keseluruhan UU TPKS terdiri atas 93 pasal dan 12 bab. Menurut dia, adanya UU TPKS ini merupakan wujud dari kehadiran negara dalam melindungi korban kekerasan seksual 

Kasus kekerasan seksual, kata Willy, selama ini sudah seperti fenomena gunung es. "Ini adalah kehadiran negara bagaimana memberikan rasa keadilan dan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual yang selama ini kita sebut dalam fenomena gunung es," kata Willy saat Rapat Paripurna. 

Adanya UU TPKS ini, aia berharap agar ke depannya masyarakat Indonesia, khususnya bagi perempuan dan anak, tidak lagi mengalami episode-episode yang memberi ruang bagi kekerasan terhadapnya. “Kemuliaan sebuah bangsa terletak bagaimana bangsa itu memuliakan perempuannya,” ujarnya.