Jumat,  19 April 2024

Pantaskah KLHK Mendesak Kewajiban TJSL pada BUMN PLN dan Pertamina?

Tori
Pantaskah KLHK Mendesak Kewajiban TJSL pada BUMN PLN dan Pertamina?
Defiyan Cori/Ist

TANGGUNG Jawab Sosial dan Lingkungan/TJSL (Corporate Social Responsibility/CSR) secara konsisten telah dijalankan oleh semua Badan Usaha Milik Negara sesuai ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, tidak hanya BUMN yang mengelola Sumber Data Alam (SDA) saja. 

Bahkan, di setiap kejadian dan keadaan darurat bencana (force majeur) justru BUMN lebih dulu terjun memberikan bantuan seperti yang terjadi dalam masa pandemi COVID-19 di Indonesia sejak menggejala pada tanggal 2 Maret 2020. Pertamina dan PLN sebagaimana juga halnya dengan anak-anak Perusahaan (AP) yang berada di bawah koordinasi BUMN turut berperan serta aktif dalam program TJSL tersebut.

Kewajiban pengelolaan lahan hutan selalu direalisasikan oleh Pertamina dan PLN, sebagai contoh melalui AP Pertamina Hulu Energi setiap tahun alokasi TJSL nya rata-rata mencapai Rp30-40 miliar. Begitu juga halnya dengan PT. Pertamina Patra Niaga pada Tahun 2020 saja mengeluarkan dana TJSL sejumlah Rp40 miliar. 

BERITA TERKAIT :
Dirujak Netizen Akibat Meludah, Karyawan Pertamina Belum Dipecat 
Eks Dirut PT HK & Sanitarindo Tangsel Jaya Digarap, KPK Korek Korupsi Tol Trans Sumatera  

Sementara yang bersentuhan langsung dengan kewajiban pengelolaan lahan hutan melalui PT. Kilang Pertamina Indonesia di Tuban, Provinsi Jawa Timur saja Persero ini telah memberikan dana TJSL sejumlah Rp23 miliar sejak Tahun 2019.

Jadi, alokasi dana TJSL mana yang hendak diajukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap BUMN PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero)/ PLN? Apakah kerusakan pengelolaan hutan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan swasta atau korporasi dalam eksplorasi sumberdaya mineral seperti batubara, semen nikel, bauxit dan lain-lain juga diperlakukan hal yang sama? 

Fakta yang terjadi selama masa pandemi COVID-19 saja, justru PLN dan Pertamina yang lebih banyak berkorban dibandingkan korporasi swasta yang menggurita.

Oleh karena itu, publik perlu mempertanyakan transparansi pengelolaan dana TJSL atau CSR korporasi swasta ini ketimbang bukti nyata alokasi TJSL yang telah digelontorkan oleh BUMN-BUMN. Malah, selama masa pandemi COVID-19 justru para korporasi swasta yang menggurita inilah yang terbesar memperoleh dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan realisasi pada tahun 2020 berdasarkan keterangan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Sidang Paripurna DPR-RI pada bulan Juli 2021 lalu, sejumlah Rp60,7 triliun dengan jumlah pengusaha lebih sedikit dibandingkan jumlah UMKM yang jumlahnya 60 juta lebih dengan realisasi dana PEN hanya sejumlah Rp112,3 triliun.

Pantaskah KLHK mendesak PLN untuk membayarkan TJSL itu kembali!? Justru kerugian negara tidak terjadi pada alokasi TJSL BUMN (meskipun publik butuh transparansi pengelolaannya). Alih-alih dana TJSL kewajiban pengelolaan lahan hutan dari korporasi swasta-lah yang harus dipertanyakan publik dan KLHK dengan potensi adanya kerugian negara.

 

Defiyan Cori
Ekonom Konstitusi