RN - Penguatan relawan sadar bencana sekaligus pembentukan masyarakat tanggap bencana gencar dilakukan oleh Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Indonesia Nahdlatul Ulama (LPBINU) DKI Jakarta di Aula PWNU DKI Jakarta, Utan Kayu Utara, Kecamatan Matraman, Kota Jakarta Timur, Sabtu (23/7/2022).
Acara yang bertemakan ‘Madrasah Kader Santri Siaga Bencana’ berlangsung dengan atensi yang tinggi oleh para peserta karena menyangkut kejadian alam yang tak terduga.
Menurut ketua LPBINU Jakarta Laode Kamarudin, dirinya ingin sakali bersinergi dengan kader dan lembaga kebencanaan lainnya agar dapat menanggulangi bencana secara bersama.
BERITA TERKAIT :Serangan Fajar Di Bengkulu Rp 50 Ribu, Di Jakarta Berapa Nih?
Sekda Bengkulu Jadi Pengepul Duit Hasil Pemerasan ke Honorer, Rohidin Mersyah Mirip Drakula?
“Dengan banyaknya relasi oleh lembaga kebencanaan lainnya diharapkan bencana alam dapat diatasi secepatnya,” katanya.
Selanjutnya menurut Laode selain kolaborasi lembaga ditambahkan dengan kolaborasi profesi.
Kendala yang dihadapi LPBI berupa akses informasi yang didapat sehingga mengurangi kecepatan membantu bencana.
“Dalam hal memperluas jangkauan wilayah LPBI, saya menginginkan LPBI terbentuk sampai ketingkat kecamatan agar akses kita membantu masyarakat semakin cepat,” harapannya.
Bapak Saefullah selaku perwakilan dari pemadam kebakaran menyampaikan bahwa dijakarta sendiri dapat terjadi kebakaran kebanyak 3-4 kali sehari.
“Pelatihan ini perlu karna bencana tidak ada yang kapan datangnya,” Ungkapnya.
Selanjutnya, menurut saefullah kebakaran dipicu oleh oleh oksigen, panas dan bahan bakar.
“Untuk pencegahan pertama harus menghilangkan 1 dari 3 unsur, yaitu dengan APAR (Alat Pemadam Api Ringan),” katanya.
Jadi, menurutnya bahaya/ancaman akan menjadi bencana apabila masyarakat memiliki kemampuan lebih rendah dibanding bahaya, atau memiliki kerentanan lebih tinggi bahaya.
“Semakin tinggi kapasitas dan rendahnya faktor kerentanan masyarakat maka akan semakin kecil risiko terkena dampak merugikan dari bencana,” ungkapnya.
“Bahaya/ancaman tidak akan menjadi bencana jika kapasitas lebih dari pada kerentanan,” tutupnya.