RN - Bergulirnya Reformasi 98 melahirkan lembaga anti rasuah. Lembaga anti korupsi yang dikenal dengan sebutan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Lembaga ini diamanatkan untuk menjalankan Undang - Undang pemberantasan korupsi dikarenakan rezim orde baru yang berkuasa selama 32 tahun sangat koruptif.
Bergulirnya waktu sampai saat ini lembaga KPK sudah tidak diperlukan lagi. Sebagai lembaga adhoc, KPK sewaktu - waktu bisa dibubarkan, dan keberadaan lembaga anti rasuah ini tidak diatur dalam UUD 45.
BERITA TERKAIT :Setyo Budiyanto Jadi Ketua KPK, Bakal Geber OTT Ke Koruptor
Rakyat Menderita Saat Corona, Koruptor Malah Beli Pabrik Air Minum Di Bogor
Negara harus memberdayakan institusi Polri yang saat ini sudah bekerja dengan baik dalam hal mengusut kasus - kasus kejahatan extra ordinary crime yaitu korupsi.
Di sisi lain, lembaga Kejaksaan Agung juga sudah mumpuni dalam menangani perkara - perkara korupsi.
“Lembaga KPK saat ini mulai menjelma sebagai lembaga yang transaksional, tebang pilih. Karena itu, sebaiknya KPK dibubarkan saja. Anggaran KPK dialihkan ke yang tepat sasaran, seperti untuk memperkuat pendidikan, kesehatan dan lembaga lembaga lainnya,” ujar Koordinator GEBRAK (Gerakan Bersama Rakyat Bubarkan KPK), Adi Sopiandi di sela - sela bincang di salah satu Cafe di bilangan, Kreo Cileduk Tangerang, hari ini.
“Semoga ini menjadi jawaban atas kemandulan lembaga ini untuk memberantas korupsi,” pungkas alumni UBK Jakarta ini.
Menanggapi gerakan beberapa elemen yang semakin gerah dengan KPK sebagai lembaga adhoc yang habiskan APBN, namun lebih besar pasak daripada tiang, Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia (JARI) 98 setuju KPK dibubarkan.
“Sebagai lembaga adhoc, itu jelas - jelas tidak di atur oleh UUD 1945. Kini Polri dan Kejaksaan untuk berantas korupsi jauh lebih baik daripada KPK. Jadi oleh karenanya, JARI'98 mendukung semua elemen gerakan yang ingin bubarkan KPK demi menyelamatkan Keuangan Negara (APBN). Kami rasa semua teman - temab partai politik (Parpol) juga sepakat untuk bubarkan KPK kendati teman - teman tersebut masih malu-malu kucing,” ungkap Ketua Presidium JARI’98, Willy Prakarsa.
Lebih lanjut, Willy menegaskan, kinerja KPK saat ini hampir semua bergantung pada alat sadap, lalu ditindaklanjuti dengan OTT. Maka sudah pasti yang didapat kecil. Coba KPK bekerja dengan nalar hukum yang canggih dengan mendasarkan pada hasil audit BPK, pasti kasus korupsi yang dibongkar nilainya ratusan milyar bahkan triliunan.
Kpk itu dibentuk untuk penguatan lembaga kepolisian dan kejaksaan. Pertanyaannya, selama KPK berdiri penguatan apa yang KPK lakukan kepada dua institusi hukum itu?
“KPK tidak pernah menjalankan agenda reformasi yang terpenting, yakni membongkar kasus - kasus Soeharto dan keluarganya,” cetus Willy.
“Kerugian negara yang dikembalikan oleh KPK 3,4 triliun, sedangkan anggaran KPK itu 15 triliun. Apakah anggaran negara dengan kerugian negara yang dikorupsi sudah optimal dikembalikan..?!.. Jauh..”.
Willy juga mengatakan, OTT atau operasi tangkap tangan yang belakangan sering dilakukan KPK mirip kerja ala sirkus. Kerja KPK hanya fokus pada kuantitas kasus, banyak yang ditangkap, tapi nilainya kecil. Padahal salah satu mandat Undang - Undang Tipikor adalah mengejar aset recovery.
Hiruk pikuk penangkapan oleh KPK ternyata tidak signifikan dengan hasil capaian pengembalian kerugian keuangan negara. Jadi naif sebagian masyarakat yang membiarkan KPK dengan uang rakyat yang seenak - enaknya tanpa pengawasan.
“Maka hari ini, mari kita jadikan momentum 17 Agustus 2022 yang ke-77 tahun sebagai semangat untuk membubarkan KPK dengan niat selamatkan APBN,” pungkas Willy Prakarsa.