RN - Isu resesi atau krisis ekonomi bikin panik. Apalagi, Indonesia dikabarkan bakal kena resesi pada 2023.
Jika ini terjadi maka gelombang PHK bikin menakutkan. Saat ini banyak pengusaha yang parno akan tidak menentunya isu resesi.
Walau Indonesia masih aman tapi 2023 bukan menjadi jaminan akan terus stabil. Bisa saja ekonomi nasional jeblok.
BERITA TERKAIT :Prabowo Lebih Jago Dari Jokowi, Sekali Gebrak Bawa Rp156,5 Triliun Dari China
Gibran Curhat, Dari Makan Bergizi Gratis Hingga Ekonomi 8 Persen
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan kekacauan ini muncul sebab ada sederet persoalan yang datang sekaligus.
"Gejolak tantangan ekonomi global menimbulkan risiko perlambatan dunia, resesi dan stagflasi" ungkapnya dalam Seminar Nasional Badan Keahlian DPR RI, Rabu (19/10/2022)
BI memperkirakan ekonomi dunia tumbuh 3% pada 2022 dan menurun jadi 2,6% pada tahun depan. Proyeksi ini lebih rendah dari sebelumnya, seiring dengan semakin lesunya perekonomian negara maju seperti Amerika serikat (AS), Eropa dan China.
Kondisi tersebut bermula dari pandemi covid-19 yang belum sepenuhnya berakhir. Diperparah oleh perang Rusia dan Ukraina sebagai biang kerok krisis pangan dan energi, menimbulkan lonjakan inflasi di mana-mana.
Situasi semakin rumit, tatkala negara maju mengubah arah kebijakan moneter. Seperti Amerika Serikat (AS) yang dengan agresif menaikkan suku bunga acuan dan menimbulkan gejolak besar di pasar keuangan. Negara dengan kondisi fiskal yang rapuh, terpaksa jatuh ke jurang krisis keuangan.
"Lonjakan inflasi tidak hanya karena kenaikan permintaan, tidak bisa diatasi dengan suku bunga. Sering menimbulkan stagflasi, di mana inflasi tinggi namun pertumbuhan ekonomi melambat," ujarnya.
Hal itu juga menjadi penyebab dolar AS kini begitu perkasa, menundukkan hampir seluruh mata uang di dunia. "Ini juga membuat rupiah dalam tekanan," pungkasnya.
Masih Aman
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kondisi ekonomi global semakin bergejolak dan ancaman resesi. Kombinasi inflasi yang tinggi dan pengetatan likuiditas semakin memojokkan ekonomi banyak negara menuju pelemahan.
Untuk Indonesia, Sri Mulyani mengklaim kalau kondisi ekonomi masih aman dan kuat. Artinya, 2023 belum tentu terjadi resesi.
Sri Mulyani mengatakan penurunan proyeksi ekonomi terjadi di semua negara baik negara maju maupun negara berkembang. Negara seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, China dan Zona Eropa diprediksi menjadi yang sulit terhindar dari resesi.
"AS menurun tajam di 2022 dan 2023 bahkan sekarang kata-kata resesi bukan tidak mungkin di AS. Eropa yang disebutkan 2022 masih 3,1% dengan terus-menerus terbentur oleh kenaikan harga yang tinggi dan memaksa bank sentral menaikkan suku bunga secara agresif, juga bahkan diperkirakan 2022-2023 kemungkinan terjadi resesi," kata Sri Mulyani dalam Seminar Nasional Badan Keahlian DPR RI, Rabu (19/10/2022).
Soal resesi China memang sedang tidak menghadapi masalah inflasi yang tinggi seperti AS dan Inggris. Ada masalah lain yang dialami yakni karena kebijakan lockdown zero COVID-19 hingga sektor properti yang menjadi sumber terbesar negara itu sedang sekarat-sekaratnya.
"Angka kuartal III belum keluar, namun diperkirakan akan cukup tajam melemah. Untuk Inggris yang tadinya 2023 diperkirakan naik, dengan terjadinya krisis APBN di Inggris kemungkinan akan mengalami revisi ke bawah karena guncangan APBN mereka yang tidak kredibel kemudian dipaksa harus berubah," tuturnya.
Menurut Sri Mulyani, ada negara-negara yang terbilang cukup baik ekonominya dan kuat dari guncangan resesi. Indonesia, katanya, termasuk salah satunya.
"Dalam situasi saat ini emerging countries seperti Indonesia, India, Brazil, Meksiko relatif dalam situasi yang cukup baik," imbuhnya.
Meski begitu, negara-negara itu tetap berisiko terkena efek samping resesi dari negara-negara maju. Sri Mulyani juga turut mewaspadai kondisi eksternal meski Indonesia diprediksi masih tumbuh kisaran 5% pada 2022 dan 2023.
"Bukan berarti tidak terpengaruh oleh kondisi eksternal yang memang bergejolak. Inilah yang mungkin perlu kita waspadai meskipun Indonesia sampai 2022 dan 2023 masih diprediksi tumbuh di atas 5%, namun kita tahu bahwa faktor eksternal menjadi sangat dominan dan ini mempengaruhi bagaimana kinerja ekonomi kita," ucapnya.
Risiko resesi disebabkan oleh kenaikan cost of fund dan potensi default di banyak negara yang sudah memiliki rasio utang sangat tinggi. Harga komoditas yang tinggi kemudian menyebabkan inflasi melonjak.
"Kita bicara 40 tahun di mana inflasi hari ini di AS, Inggris, Eropa ini adalah yang tertinggi. Ini berarti empat dekade di benua Amerika, Inggris dan Eropa itu mereka belum pernah mengalami inflasi yang setinggi ini," tandasnya.