Jumat,  22 November 2024

Bravo BEM UI

Tori
 Bravo BEM UI
M. Rizal Fadillah/Ist

TERSENYUM nyaris tertawa tetapi mengacungkan jempol atas kreativitas BEM UI dalam memberi penilaian kepada kabinet Jokowi-Maruf.

Ternyata IP seluruh menteri itu rata-rata satu koma sehingga disebut Nasakom, nasib satu koma. IP terendah 1,0 yang diberikan kepada Kapolri Listyo Sigit “Malaikat Pelindung Institusi Bobrok” dan Ketua KPK Firli Bahuri “Si pelanggar Kode Etik”.

IPK (Indeks Prestasi Kurang Ada) tertinggi adalah Nadiem Makarim 1,7 dan segera digelari “Menteri yang salah urus Pendidikan”. Di tengah ada “Penjahat Pengkhianat Demokrasi” yaitu Luhut Binsar (1,3) dan Bahlil Lahadalia (1, 4). Sementara Sri Mulyani, Arifin Tasrif dan Suharso Monoarfa berpredikat “Tukang Bakar Duit Rakyat”.

BERITA TERKAIT :
Megawati Muncul Usai Jokowi Turun Di Jateng & Jakarta, Tuding Aparat Gak Netral
Jokowi Getol Endorse RIDO, Dendam Ke PDIP Atau...?

Penilaian yang tentu membuat kecut wajah Jokowi-Maruf ini dinilai kreatif dan cermin kemampuan mahasiswa menangkap aspirasi masyarakat. Kabinet JM memang buruk dan amburadul. Cocok bila dinarasikan sebagai Indeks Prestasi Kurang Ada. Suara BEM UI adalah suara dari masyarakat yang diam atau bungkam.

Hatrick BEM UI sejak 'The King of Lip Service', 'Foto Pajangan di kelas SD' hingga kini 'Kabinet Nasakom' ini tentu menarik. Sebuah kritik membangun untuk membangunkan kabinet yang kerja-kerja-kerjanya tidur melulu. Menjelang berakhir dari periode yang lebih banyak akting ketimbang hasil penting. Terlalu banyak imajinasi dibanding prestasi.

Dari aspek ideologis meski bukan yang dimaknai BEM UI penamaan Nasakom juga menggelitik. Nasib satu koma berlaku pula untuk pengelolaan kehidupan Demokrasi di bawah Jokowi. Gaya politik Orde Lama di masa Demokrasi Terpimpin ternyata dijalankan. Demokrasi yang dipimpin oligarki. Nasionalis berbau kiri mendominasi. Sementara agama tergencet tidak berdaya. Itupun agama dalam konteks peliharaan rezim. Rezimintasi faham agama.

Di samping aksi demonstrasi bersama BEM lain BEM UI juga melakukan aksi narasi. Titik temunya adalah suara keras kepada rezim yang bebal, sok kuasa dan pandai bersandiwara. Rezim yang menganggap rakyat sebagai penonton yang mudah dibohongi dan dipaksa untuk kagum pada alur cerita kepalsuan.

Satu lagi peluru telah ditembakan mahasiswa kepada Pak Jokowi bersama kabinetnya. Moga mereka sadar. Bravo BEM UI. Selamat Hari Sumpah Pemuda.


Bravo BEM UI

TERSENYUM nyaris tertawa tetapi mengacungkan jempol atas kreativitas BEM UI dalam memberi penilaian kepada kabinet Jokowi-Maruf.

Ternyata IP seluruh Menteri itu rata-rata satu koma sehingga disebut Nasakom, nasib satu koma. IP terendah 1,0 yang diberikan kepada Kapolri Listyo Sigit “Malaikat Pelindung Institusi Bobrok” dan Ketua KPK Firli Bahuri “Si pelanggar Kode Etik”.

IPK (Indeks Prestasi Kurang Ada) tertinggi adalah Nadiem Makarim 1,7 dan segera digelari “Menteri yang salah urus Pendidikan”. Di tengah ada “Penjahat Pengkhianat Demokrasi” yaitu Luhut Binsar (1,3) dan Bahlil Lahadalia (1, 4). Sementara Sri Mulyani, Arifin Tasrif dan Suharso Monoarfa berpredikat “Tukang Bakar Duit Rakyat”.

Penilaian yang tentu membuat kecut wajah Jokowi-Maruf ini dinilai kreatif dan cermin kemampuan mahasiswa menangkap aspirasi masyarakat. Kabinet JM memang buruk dan amburadul. Cocok bila dinarasikan sebagai Indeks Prestasi Kurang Ada. Suara BEM UI adalah suara dari masyarakat yang diam atau bungkam.

Hatrick BEM UI sejak 'The King of Lip Service', 'Foto Pajangan di kelas SD' hingga kini 'Kabinet Nasakom' ini tentu menarik. Sebuah kritik membangun untuk membangunkan kabinet yang kerja-kerja-kerjanya tidur melulu. Menjelang berakhir dari periode yang lebih banyak akting ketimbang hasil penting. Terlalu banyak imajinasi dibanding prestasi.

Dari aspek ideologis meski bukan yang dimaknai BEM UI penamaan Nasakom juga menggelitik. Nasib satu koma berlaku pula untuk pengelolaan kehidupan Demokrasi di bawah Jokowi. Gaya politik Orde Lama di masa Demokrasi Terpimpin ternyata dijalankan. Demokrasi yang dipimpin oligarki. Nasionalis berbau kiri mendominasi. Sementara agama tergencet tidak berdaya. Itupun agama dalam konteks peliharaan rezim. Rezimintasi faham agama.

Di samping aksi demonstrasi bersama BEM lain BEM UI juga melakukan aksi narasi. Titik temunya adalah suara keras kepada rezim yang bebal, sok kuasa dan pandai bersandiwara. Rezim yang menganggap rakyat sebagai penonton yang mudah dibohongi dan dipaksa untuk kagum pada alur cerita kepalsuan.

Satu lagi peluru telah ditembakan mahasiswa kepada Pak Jokowi bersama kabinetnya. Moga mereka sadar. Bravo BEM UI. Selamat Hari Sumpah Pemuda.


M. Rizal Fadillah
Pemerhati Politik dan Kebangsaan