Jumat,  26 April 2024

Gilang Mundur, Arema Malang Harus Cari Bohir Baru

RN/NS
Gilang Mundur, Arema Malang Harus Cari Bohir Baru
Gilang Widya Pramana

RN - Arema Malang sudah tidak punya Presiden. Sebab, Gilang Widya Pramana menyatakan resmi mundur sebagai Presiden Malang.

Bos dari Juragan 99 secara resmi menyatakan mundur sebagai Presiden Klub Sepak Bola Arema pada Sabtu (29/10/2022).

Sebelumnya Gilang sudah bertemu dengan jajaran manajemen Arema FC untuk menyampaikan perihal pengunduran diri ini secara resmi dan berpamitan.

BERITA TERKAIT :
Kiper Inter Milan Ini Bakal Dinaturalisasi? 
Hentikan Sementara Liga 1, PSSI Blunder!

Perginya Gilang menjadi pekerjaan rumah (PR). Sebab, klub sebesar Arema Malang tentunya membutuhkan biaya tidak sedikit untuk operasional.

Beberapa pelaku bola mengatakan, untuk menjadikan klub profesional membutuhkan biaya sedikitnya sekitar 15 miliar. Dana ini bisa terus bertambah jika klub sudah menjadi profesional dan membutuhkan keterlibatan pemain dan pelatih asing.

Lalu biaya operasional tim. Ini menyangkut keperluan sehari-hari tim tersebut. Seperti staf non-tim, administrasi, operasional, biaya sehari-hari, perlengkapan dan lain-lain yang dibutuhkan selama setahun atau satu musim. Biaya operasional berada di kisaran angka Rp 10 miliar.

Presiden Klub Persebaya Surabaya, Azrul Ananda, pernah berbicara tentang bisnis sepak bola. Azrul memberikan penjelasannya melalui akun Youtube resmi Persebaya. Video tersebut terbagi dalam empat seri. Dalam video pertama, Azrul mengangkat tema biaya tim.

Video pertama berdurasi 5 menit 22 detik. Dalam video tersebu, Azrul berbicara tentang biaya sebuah tim. Dia membagi biaya tim dalam tiga bagian. Pertama adalah gaji tim, kedua biaya operasional, dan ketiga adalah biaya pertandingan kandang.

Dengan batas maksimal jumlah pemain di Indonesia adalah 30 orang dan jumlah tim pelatih yang bervariasi, besar angka ideal untuk biaya tim adalah Rp 15 miliar. “Tentunya kalau dia ingin pemainnya lebih banyak dan berkualitas, angka ini bisa jauh di atas itu,” jelas Azrul.

Lalu biaya operasional tim. Ini menyangkut keperluan sehari-hari tim tersebut. Seperti staf non-tim, administrasi, operasional, biaya sehari-hari, perlengkapan dan lain-lain yang dibutuhkan selama setahun atau satu musim. Biaya operasional berada di kisaran angka Rp 10 miliar.

“Ini adalah hitung-hitungan kalau ingin tim itu menjadi standar profesional,” tutur mantan pemain klub internal Persebaya, Indonesia Muda (IM) itu.

Yang ketiga adalah biaya tim untuk menggelar pertandingan kandang. Biaya pertandingan kandang tergantung berapa kali tim itu akan bermain dalam semusim. Untuk Persebaya yang bermain di Liga 2, hitungan kasarnya adalah Rp 5 miliar. Total pengeluaran biaya untuk tim jika ingin benar-benar profesional adalah Rp 30 miliar.

Angka itu belum termasuk pengeluaran lain seperti bonus prestasi, pembinaan, apalagi Persebaya memiliki kompetisi internal mulai usia dini sampai menuju ke Persebaya. Juga biaya promosi dan lain sebagainya. “Untung bagi Persebaya, biaya promosi dan lain-lain dibantu oleh pemiliknya yaitu Jawa Pos,” imbuh Azrul.

Angka Rp 30 miliar itu bisa jauh lebih besar bila klub tersebut berada di lingkungan kompetisi yang menuntut pengeluaran jauh lebih besar lagi. Tapi, angka itu juga bisa jauh lebih rendah. Caranya adalah dengan menghemat banyak hal.

Seperti menghemat gaji pemain. Operasional dibikin lebih irit. Sedangkan biaya menggelar pertandingan kandang juga tergantung besar stadion, kebutuhan keamanan, dan lain-lain. Bisa juga dengan tidak memberikan bonus, stop pembinaan, dan meniadakan biaya promosi.

“Tapi sekali lagi, apakah itu yang diinginkan penggemar? Tentu tidak. Apalagi klub sebesar dan legendaris seperti Persebaya yang bertujuan mencapai prestasi. Itu tidak ada ukuran biaya untuk mencapai prestasi. Angkanya bisa terus naik dan naik,” urai Azrul.

Jadi, lanjut Azrul, biaya Rp 30 miliar adalah standar minimal yang dibutuhkan oleh klub-klub selevel Persebaya di liga manapun mereka berkompetisi. “Lalu dari mana tim bisa mendapatkan uang untuk menutup biaya sebesar ini? Kita akan bahas di video seri kedua,” kata Azrul menutup video seri pertamanya.

Passion Hidup

Seperti diberitakan, Gilang mengaku mundur demi kebaikan. Dia juga mengaku, kalau bola adalah passion dalam hidupnya.

"Sepak bola adalah passion dalam hidup saya dan sebagai Aremania saya bangga telah diberi kesempatan menjadi Presiden Arema FC sejak 6 Juni 2021," kata Gilang, Sabtu (29/10/2022).

"Saya sudah berusaha memberikan semua yang terbaik untuk klub tetapi mungkin klub memerlukan sosok yang lebih baik lagi. Karena itu saya memutuskan untuk mundur sebagai Presiden Arema FC terhitung mulai hari ini. Saya ingin lebih fokus mengurus keluarga dan kembali ke kegiatan-kegiatan saya di luar sepak bola supaya dapat berkontribusi bagi Indonesia," paparnya.

Sejak hari pertama terjadinya tragedi Kanjuruhan, Gilang sebagai pribadi telah turun tangan membantu para korban dan keluarga korban. Ia berkeliling melakukan takziah ke keluarga korban, baik keluarga Aremania maupun keluarga petugas keamanan.

Pihaknya pun membuka Crisis Center di Kandang Singa untuk memberikan respon cepat kepada keluarga korban. Proses pemulihan fisik dan mental para pemain dan official juga menjadi perhatiannya sebagai Presiden Arema FC.

Dia mengungkapkan, sejatinya banyak hal yang ingin ia lakukan dengan posisinya sebagai Presiden Arema. Namun pada kenyataannya, pergerakannya sangat terbatas.

"Begitu banyak yang ingin saya lakukan, tetapi posisi Presiden Arema FC adalah posisi kehormatan yang tidak memiliki legal standing," kata Gilang

"Posisi ini diberikan kepada saya oleh PT AABBI, pemilik Arema FC, karena perusahaan saya masuk sebagai salah satu sponsor dan investor kecil. Saya tidak ada di dalam daftar eksekutif perusahaan sehingga kewenangan saya sangat terbatas," ujarnya.

"Yang saya lakukan selama ini adalah meningkatkan kualitas pemain dan pelatih, memberikan fasilitas terbaik supaya mereka bisa berlatih dengan nyaman, serta memastikan gaji mereka terpenuhi dengan baik," tambah Gilang dalam pernyataannya.