RN - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Salestinus menilai pernyataan Bambang Widjojanto (BW) yang menuding Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkesan memaksakan Anies Baswedan (AB) sebagai tersangka kasus Formula E (FE) bahkan disebutnya penyelidikan KPK atas FE sebagai suatu kegilaan, sama sekali tidak memiliki landasan hukum atau sebagai pernyataan asbun.
"Apa yang dilakukan oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi FE adalah melaksanakan kewajiban sesuai perintah UU Tipikor dan UU KPK," tegas Petrus, hari ini.
Menurutnya, BW yang menyoal penetapan tersangka dibarengi dengan penetapan dimulainya penyidikan, itu hanya soal pilihan metode kerja penyidik. Dan hal itu sangat tergantung kepada tingkat kesulitan perkara yang dihadapi, dimana ada perkara yang penyelidikannya tidak perlu lama-lama sudah terang benderang peristiwanya, alat buktinya dan siapa pelakunya sehingga jarak waktu dari penyelidikan ke penyidikan tidak perlu lama-lama, sebaliknya ada kasus yang memerlukan penyelidikan yang lama.
BERITA TERKAIT :Jakpro Nyerah Soal Formula E, Iwan Takwin Lempar Handuk?
Bek Liverpool Jadi Bos Tim F1
"Dalam kasus FE, sekiranya benar KPK atau Firli Bahuri memerintahkan penyidiknya untuk dinaikan tahapannya ke penyidikan tanpa menetapkan terlebih dahulu tersangkanya atau tanpa tersangka. Maka hal itu tidak melanggar KUHAP bahkan sejalan dengan KUHAP karena tujuan penyidikan adalah untuk mencari dan mengumpulkan bukti dari peristiwa pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya (pasal 1 angka 2 dan pasal 7 KUHAP)," jelasnya.
Dengan demikian, kata Petrus, pimpinan KPK tanpa harus mengubah Perkom, sangat bisa menaikan tahapan pemeriksaan kasus FE dari penyelidikan ke penyidikan dan di sanalah KPK akan memperkuat alat bukti sekaligus menetapkan AB sebagai tersangka dan itu lebih tepat.
"BW tidak sadar bahkan lupa atau sedang melakukan politicking, bahwa yang namanya penyelidik/penyidik baik di Polri, Kejaksaan ataupun KPK memiliki kewenangan untuk melakukan upaya paksa tidak saja terhadap tersangka tetapi juga terhadap saksi dan alat bukti lainnya dan di sinilah wewenang KPK akan dilakukan secara maksimal," bebernya.C
Kata dia, Firli bisa saja memerintahkan penyelidik atau penyidik KPK melakukan upaya paksa terhadap AB dengan melakukan penangkapan selama 1 x 24 untuk keperluan pemeriksaan dalam rangka peningkatam status dari tahap Penyelidikan ke tahap Penyidikan.
"Jadi tidak ada masalah karena memang tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Firli Bahuri sebagaimana dituduhkan oleh BW," katanya.
Masih kata Petrus, perdebatan soal minimal 2 alat bukti untuk menetapkan status pemeriksaan ke tahap penyidikan bukanlah persoalan yang substantif. Karena secara prinsip hal itu secara KUHAP bisa dilakukan pada tahap penyidikan, apalagi mempersoalkan minimal 2 alat bukti.
"Mestinya BW jangan mengajari ikan berenang, karena Penyidik KPK dan Firli Bahuri dkk bukan anak kemarin atau AGB yang baru belajar menyidik perkara," tambahnya.
Sebagai mantan Pimpinan KPK, sindir Petrus, BW seharusnya lebih matang dan lebih cerdas dalam menyampaikan pandangannya ke publik bahkan harus mendukung langkah Firli Bahuri dkk.
"Jangan membodohi publik dengan memutarbalikan rule of law dengan cara mengarang cerita baru. Apa yang dilakukan Firli Bahuri dalam kasus FE dan AB dan kasus-kasus lainnya (Lukas Enembe) bukanlah sikap pribadi tetapi sikap Pimpinan KPK sebagai melaksanakan UU atau perintah UU termasuk ada kewenangan Diskresi," pungkasnya.