RN - Untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan dua Kapal Offshore Patrol Vessel (OPV) tahun 2020.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta turut mengawasi proyek bernilai lebih dari dua triliun itu.
"Kami mendesak KPK untuk turut mengawasi proyek itu. Sebab kenapa, kami tak ingin kasus yang sedang diusut KPK saat ini terjadi pada proyek tersebut," ungkap Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Jumat (31/3/2023).
BERITA TERKAIT :Kurang 160 Ribu Dokter Spesialis, Prabowo Minta India Bantu Indonesia
Sudah Gak Corona Lagi, DPRD DKI Cari Tempat Rapat Yang Cihuy Bahas RAPBD 2025
Untuk diketahui, KPK saat ini sedang mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan material untuk kapal angkut tank TNI AL di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tahun 2012-2018. Dikabarkan lembaga antikorupsi sudah menetapkan dua orang tersangka kasus itu, yakni, Direktur Pembangunan Kapal Baru PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari Nyoman Sudiana dan Direktur Marketing PT Bumiloka Tegar Perkasa Didi Laksamana. KPK menduga negara dirugikan akibat perbuatan rasuah tersebut.
Adapun Kemhan saat ini sedang membangun dua kapal OPV dengan kode Hull 406 dan 411 dengan nilai proyek lebih dari 2 triliun rupiah. Pembangunan kapal yang diperuntukan untuk TNI AL ini dilakukan sebuah perusahaan galangan kapal di Bandar Lampung, Provinsi Lampung, Sumatera.
Kapal OPV Hull 406 dengan nomor kontrak: TRAK/51/PON/IV/2020/AL tertanggal 16 April 2020 bernilai Rp 1.079.100.000.000. Sementara Kapal OPV dengan nomor kontrak: TRAK/55/PDN/IV/2020/AL tertanggal 30 April 2020 bernilai Rp 1.085.090.000.000.
Pembangunan dua kapal ini disebut-sebut berpotensi akan mengalami nasib yang sama dengan Kapal Angkut Tank TNI AL, dimana pembangunan kapal tidak sesuai dengan kontrak dan berpotensi mangkrak. Indikasinya, hingga pertengahan Maret 2023 ini, progres pengerjaan pembangunan kapal tersebut belum mencapai 35 %. Sehingga penyerahan kapal tersebut dari rencana awal kontrak akan dilakukan pada 2023, meleset.
Kemudian rencana penyerahan kapal dirubah menjadi tahun 2024. Namun, disinyalir target tersebut kemungkinan juga akan meleset.
Indikasi lainnya, perusahaan pembangunan kapal tersebut hingga Desember 2022 diduga telah melakukan penarikan termin pembayaran dengan nilai total sebesar Rp 859.100.000.000 dari proyek OPV Hull 406. Panarikan didasarkan pada laporan kemajuan pekerjaan (progress) yang diklaim sudah 75 persen. Padahal, progres pembangunan kapal tersebut sampai pertengahan Maret 2023 baru mencapai 35 persen.
Ditenggarai tak jauh berbeda juga atas proyek OPV Hull 411. Dimana disebut-sebut telah dilakukan penarikan sebesar Rp 531.650.000.000 dengan klaim progress proyek sudah 35 persen. Padahal, progres riil-nya masih jauh dari yang diklaim.
Sehingga total jumlah dana yang ditarik berdasarkan progres yang diduga fiktif itu seluruhnya sudah mencapai Rp. 1.390.750.000.000. Penarikan termin pembayaran yang dilakukan adalah suatu jumlah yang sangat besar dibanding dengan kemajuan pekerjaan fisik yang sebenarnya.
Uchok beharap informasi yang berkembang itu tak diabaikan KPK. Oleh sebab itu, KPK harus turun tangan mengawasi proyek tersebut.
"Sebagai upaya mencegah terjadinya tindak pidana korupsi, KPK harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap pembangunan dua kapal OPV tersebut. Jadi kami berharap KPK segera turun tangan untuk mengecek kondisi riil dari pembangunan kapal tersebut, agar bisa mengantisipasi dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan," tegas Ucok