Selasa,  19 March 2024

OPINI

Kinerja Plt Walkot Bekasi Dibandingkan Dengan Benner

RN/NS
Kinerja Plt Walkot Bekasi Dibandingkan Dengan Benner
Tri Adhianto Tjahyono.

Oleh: Zoel Fauzi Lubis – Wartawan Senior

Spanduk atau yang akrab juga disebut banner, berasal dari bahasa Perancis “ banniere”, merupakan salah satu media yang dianggap cukup efektif untuk melakukan kampanye, propaganda dan sebagainya, selain mudah dan murah. Maka banyak pihak menggunakan media ini.

Tetapi banner tidak dapat mengganti kerja nyata, apalagi menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat.

BERITA TERKAIT :
H-4 Lebaran, Jabodetabek Kosong Dan Bebas Macet, 5,2 Juta Warga Mudik Idul Fitri
Real Madrid Bela Vinicius Hingga ke Kejaksaan Negara

Di kota Bekasi justru cukup banyak terlihat benner yang dipasang di setiap sudut kota dengan berbagai thema, sehingga memunculkan komentar, inilah pemimpin yang bekerja dengan banner.

Sebelumnya ada lagi banner yang dipasang di Pos RW.08, Kelurahan Margahayu, judulnya: Jempolan (Jemput Bola Pelayanan). Seorang warga yang ingin melakukan perubahan Kartu Keluarga mendatangi petugas Jempolan di tempat ini, setelah urus sana sini, si petugas bilang nanti akan di WA.

Sampai program “Jempolan“ berakhir, WA tak pernah ada, akhirnya si warga harus pergi ke Kecamatan dan Dukcapil untuk menyelesaikan KK nya.

Beberapa kecelakaan lalu lintas yang terjadi di kota Bekasi akibat jalan raya yang tidak aman. Lihatlah Jl.M Hasibuan yang tadinya mulus licin, kini berantakan sampai ke trotoarnya karena galian kabel berbagai perusahaan silih berganti.

Demikian juga Jl. Khairil Anwar, JL. Cut Meutia, dan jalan lain di daerah Kranji, Pondok Gede, Bantar Gebang, dan seterusnya. Mungkin, ini mungkin, perasaan kecewa sebahagian anggota masyarakat yang sudah terakumulasi, ditumpahkan dengan membajak running text yang sempat menghebohkan pekan lalu, karena ada kata “Bobrok” di dalamnya.

Esensi protes itu cenderung benar bila melihat fakta lapangan, tapi caranya memang salah, melanggar UU ITE No :30. Tapi apapun, Plt Walikota Bekasi harus menginstrospeksi diri, jalan raya itu menyangkut hajat hidup orang banyak, dan masyarakat bisa langsung bereaksi terhadap jalan-jalan rusak yang dapat mengancam jiwa.

Kasus Provinsi Lampung bisa menjadi pelajaran berharga untuk semua pemimpin wilayah. Kota Bekasi hari ini, secara umum dapat dibilang memang tidak lebih baik dari sebelumnya, tak ada perubahan berarti sejak ditinggal Rahmat Effendy yang masuk “pesantren”.

Sarana Prasarana yang tadinya lumayan baik, kini justru menjengkelkan. Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan Plt Walikota, cenderung politis, pencitraan dan berbau kampanye, sehingga jelas terbaca ambisi ingin menjabat walikota di periode berikut, sementara kepentingan hajat hidup orang banyak terabaikan atau diabaikan.

Kalau ini gambaran diri anda sebagai pribadi, tentu warga Bekasi bisa bertanya, apakah orang seperti anda layak dijadikan pemimpin yang daharapkan akan mengelola kota Bekasi menjadi tempat tinggal yang aman dan nyaman. (dikutip dari megapolitan.id)