RADAR NONSTOP - Satu persatu pejabat Kementerian PUPR bakal digilir KPK. Mereka terancam jadi pesakitan lantaran harus sibuk bolak-balik diperiksa KPK.
Kali ini, Irjen Kementerian PUPR, Widiarto. Dia diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap proyek pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM) untuk tersangka Lily Sundarsih.
“Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka LSU (Lily Sundarsih),” ucap Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Selasa (15/1/2019).
BERITA TERKAIT :AHY Minta Tambahan Duit Ke DPR Rp 200 Miliar
Calon Dubes Siap Bertarung, Adik Opung Luhut Mencuat
Selain Widsiarto, lanjut Febri, penyidik KPK juga memanggil mantan PNS Direktorat Pengembangan SPAM Kementerian PUPR, Agustina Suparti. Ia juga diperiksa sebagak saksi untuk tersangka Lily.
Terkait kasus itu, KPK menetapkan delapan tersangka yang terdiri dari pejabat Kementerian PUPR dan pihak swasta. Peran mereka ialah, diduga sebagai pemberi Dirut PT WKE Budi Suharto, Direktur PT WKE Lily Sundarsih, Direktur PT TSP Irene Irma, Direktur PT TSP Yuliana Enganita Dibyo.
Sementara itu, diduga sebagai penerima ialah Kepala Satker SPAM Strategis/ PPK SPAM Lampung Anggiat Partunggul Nahot Simaremare, PPK SPAM Katulampa Meina Woro Kustinah, Kepala Satker SPAM Darurat Teuku Moch Nazar, PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin.
Anggiat diduga merima Rp 350 juta dan USD 5 ribu untuk pembangunan SPAM Lampung dan Rp 500 juta untuk pembangunan SPAM Umbulan 3 Jawa Timur.
Meina diduga menerima Rp 1,42 miliar dan SGD 22.100 untuk SPAM Katulampa. Moch Nazar diduga menerima Rp 2,9 miliar untuk pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan Donggala, Palu, Sulteng. Dan terakhir, Donny diduga menerima Rp 170 juta untuk pembangunan SPAM Toba 1.
Empat pejabat Kementerian PUPR ini diduga mengatur agar PT WKE dan PT TSP menang dalam lelang. Tak hanya itu, dua perusahaan ini juga dimintai uang dalam proses lelang oleh mereka. Saut menyebut jika pada tahun 2017-2018 kedua perusahaan tersebut diduga memenangkan 12 paket proyek dengan nilai total Rp 429 miliar.
PT WKE dan PT TSP diduga memberi fee 10 persen dari nilai proyek. 7 persen untuk Kepala Satuan Kerja, dan 3 persen untuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).