RN - Calon Presiden Republik Indonesia, Anies Baswedan menilai subsidi yang dijalankan pemerintah tidak tepat sasaran. Alhasil saat ini utang negara jadi menggunung allias bengkak.
Subsidi yang dimaksud Jokowi adalah bahan bakar minyak (BBM), listrik dan bantuan sosial (bansos).
"Ketidaktepatan sasaran subsidi, apa pun itu, dari mulai listrik sampai bantuan sosial," kata Anies dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia yang diselenggarakan oleh INDEF dan CNBC Indonesia, Rabu (8/11/2023)
BERITA TERKAIT :Bahlil Akui Subsidi BBM & Listrik Bocor Rp 100 T, Era Jokowi Masalah Gak?
Relawan Anies Di Kota Bekasi Siap Gembosi Jago PKS, Di Jakarta Kapan Nih?
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, hingga akhir September realisasi belanja subsidi mencapai Rp156,96 triliun, atau 52,58% dari pagu dan turun sebesar 6,12% (yoy). Realisasi tersebut terdiri atas subsidi energi sebesar Rp103,06 triliun, mencakup subsidi BBM, subsidi LPG Tabung 3 Kg, dan Subsidi Listrik. Kemudian subsidi non-energi sebesar Rp53,90 triliun, mencakup Subsidi Pupuk, Subsidi Bunga Kredit Program, Subsidi PSO, dan Subsidi Pajak DTP.
Realisasi pembayaran Subsidi Energi tersebut untuk penyaluran BBM bersubsidi sebesar 11.799,20 ribu KL, LPG Tabung 3 Kg sebesar 5,38 juta MT, pelanggan listrik bersubsidi sejumlah 39,45 juta pelanggan, dan volume konsumsi listrik bersubsidi sebesar 43,61 TWh.
Selanjutnya, realisasi Subsidi non-Energi meliputi antara lain penyaluran pupuk bersubsidi mencapai 4,68 juta ton, Subsidi Bunga KUR diberikan kepada 3,19 juta debitur dengan total penyaluran KUR mencapai Rp175,74 triliun, dan Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan untuk 151,25 ribu unit rumah.
Khusus untuk subsidi BBM, kelompok ini dianggap tidak tepat menerima karena pengguna kendaraan adalah kelas menengah atas.
Sementara itu realisasi bantuan sosial mencapai Rp 104,59 triliun. Persoalan bansos masih berkutat pada data yang belum dibenahi dengan benar.
Menurut Anies, hal ini yang mendorong APBN menjadi terbatas. Ditambah penerimaan negara yang belum optimal membuat opsi utang terus menjadi pilihan pemerintah. Sampai dengan akhir September 2023, posisi utang Pemerintah berada di angka Rp7.891,61 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 37,95 persen.
"Kami lihat problemnya bukan pada nominalnya, tapi persentasenya. Dan itu artinya kalau kita bicara tentang utang, maka rasio utang publik kepada PDB kita yang sekarang 39% didorong maksimal 30% dengan cara PDB digedein," tegas Anies.