RN - Berdasarkan data informasi, setidaknya ada tiga perusahaan kemitraan atau konsorsium yang menggunakan sumber daya air dari aliran Sungai Cisadane untuk kebutuhan usaha, di wilayah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten.
Ketiga perusahaan itu yakni, PT Traya Tirta Cisadane (PT TTC) PT Tirta Kencana Cahaya Mandiri (PT TKCM) dan PT Aetra Air Tangerang (PT AAT).
Menanggapi hal tersebut, dari kaca mata hukum, akademisi Universitas Pamulang, Suhendar, kepada media beberapa waktu lalu menjelaskan.
BERITA TERKAIT :Anggaran Penataan Kawasan Kumuh Di 2 Kelurahan Tangsel Tidak Transparan, Mau Maling Ya?
Sekjen PDIP Hasto Tuding Airin-Ade Dikepung & Dihadang Kekuatan Besar Di Banten
"Terkait dengan pertanyaan perusahaan-perusahaan yang mengelola sumber daya air, sebelum masuk kesana sebetulnya yang harus kita pahami di dalam Undang-Undang sumber daya air ini, negara sudah mengaturnya sedemikian rupa sehingga tidak boleh dilanggar,"
"Yang pertama ada skala prioritas pemenuhan kebutuhan air, kalau pertanyaannya adalah untuk usaha? Maka sesungguhnya kebutuhan usaha atau termasuk juga dikomersialisasikan, itu adalah prioritas ketujuh. Jadi, prioritas yang pertama itu adalah sumber daya air itu, di gunakan untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari, lalu kebutuhan pertanian rakyat, lalu kebutuhan penggunaan sumber daya air untuk usaha guna memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Lalu berikutnya adalah untuk kepentingan publik misalnya taman dan seterusnya, lalu berikutnya adalah untuk lingkungan hidup menyiram tanaman dan seterusnya dan terakhir untuk pemeliharaan sumber daya air itu sendiri. Nah, ini adalah skala prioritas penggunaan sumber daya air," ujar Suhendar.
Dijelaskannya, kebutuhan air untuk kebutuhan usaha, utamanya yang menggunakan air dan daya air sebagai materi, diperbolehkan ketika enam skala proritas itu terpenuhi.
Dengan catatan, kata Suhendar, pengambilan dan pemanfaatan air dan daya air sebagai meteri untuk kebutuhan usaha, hanya boleh dilakukan oleh, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
"Yang harus juga di breakdown adalah prioritas pengelolahan sumber daya air untuk kebutuhan tersebut, itu sesungguhnya di berikan kepada BUMN, BUMD dan BUMDES bukan korporasi, bukan komersialisasi. Jadi di sini Negara hadir untuk mendistribusikan air untuk kepentingan rakyat banyak," ungkapnya.
Diketahui, dari data informasi, atas izin Kemeterian Pelerjaan Umum dan Perumahan Rakyat PT TTC mengambil dan memanfaatkan air sebesar 3500 liter perdetik untuk usaha air minum di Sungai Cisadane.
Lalu, PT TKCM atas izin Kementerian PUPR mengambil dan memanfaatkan air dan daya air Sungai Cisadane sebesar 1700 liter per detik, untuk usaha air minum di Sungai Cisadane.
Kemudian, atas izin Kementerian PUPR, PT AAT mengambil dan memanfaatkan air dan daya air Sungai Cisadane sebesar 350 liter per detik, untuk usaha air minum di Aungai Cisadane.
Terkait hal itu, Suhendar mengatakan, bahwa perijinan pengambilan dan pemanfaatan air permukaan adalah sebagai sarana pengendali Pemerintah dalam menjamin kebutuhan air masyarakat banyak.
"Syarat administrasi dan teknis ini menyangkut dengan titik lokasi, koordinat, persetujuan lingkungan kemudian tehknik pengambilan dan kuota kebutuhuannya berapa jadi, nanti Pemerintah Daerah yang akan menghitung, itulah mengapa breakdown yang keempat yang juga harus di penuhi terhadap sumber daya air untuk kegiatan usaha atau komersialisasi itu”.
"Apakah di daerah tersebut sudah memiliki kebijakan pengelolaan sumber daya air?, satu. Yang kedua, apakah di daerah tersebut memiliki pola pengelolahan sumber daya air?, dan yang ketiga, apakah di daerah tersebut sudah memiliki rencana pengelolaan air?. Nah, tiga kebijakan tersebut adalah keputusan yang melibatkan semua pihak termasuk masyarakat di sana melalui dewan sumber daya air, Pemerintah dan seterusnya. Sehingga kebijakan pengelolahan sumber daya air, pola perencanaan, pengelola sumber daya air. Ini adalah dokumen yang mengekstraksi berapa jumlah kebutuhan air di Daerah tersebut, untuk memenuhi kebutuhan prioritas enam prioritas dan bila ada baru bisa digunakan untuk usaha komersil. Nah, sepanjang dokumen tersebut tidak ada maka sesungguhnya pengelolahan sumber daya air untuk kegiatan usaha atau komersialisasi ini terlarang," pungkasnya.
Suhendar menekankan, adanya sanksi pidana yang tertuang di Undang-Undang terkait, mengenai perusahaan yang menggunakan sumber daya air untuk kebutuhan usaha tanpa izin.
Untuk diketahui, disinyalir PT TTC, PT TKCM dan PT AAT merupakan perusahaan-perusahaan konsorsium, yang sahamnya didominasi perusahaan asal Singapura.
Hingga saat ini, media Titikkata telah berupaya melakukan konfirmasi untuk meminta klarifikasi kepada perusahaan-perusahaan tersebut. Namun, pihak terkait belum mersepon hingga informasi ini disampaikan.