RN - Presiden Prabowo Subianto tidak mau dana APBN jadi bancakan para pejabat. Lewat Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, Prabowo berhasil menghemat Rp 306 triliun.
Yang selama ini menjadi duit empuk para pejabat adalah kunjungan kerja atau kunker, pembelian alat tulis kantor, acara seremonial, jasa konsultan, sewa kendaraan, honor rapat hingga seminar.
Menurut adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, pengecekan dilakukan sampai ke lapisan sembilan dalam isi APBN.
BERITA TERKAIT :Target Penghematan Anggaran Rp 750 Triliun, Pejabat Kementerian Bakal Sengsara?
Pemotongan Anggaran Sampai 2026, Ini Sinyal Dari Sri Mulyani
"Dia (Prabowo) bercerita ke saya, beberapa minggu dia itu periksa anggaran APBN, ternyata ada sembilan tingkat di APBN, biasanya presiden atau menteri periksa ke tingkat tiga atau empat saja, dia sampai ke sembilan, dibongkar semuanya," beber Hashim dalam CNBC Indonesia ESG Sustainability Forum 2025, Jumat (31/1/2025).
Hasilnya ternyata banyak anggaran yang bisa dihemat. Contohnya, biaya kunjungan kerja, mulai dari ke daerah hingga ke luar negeri.
Lalu ada juga anggaran untuk program-program yang menurut Hashim konyol, dan ikut dipotong. Namun, Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi itu enggan merinci program konyol tersebut.
"Ada program yang program konyol. Iya, program konyol. Itu dihapus, dipangkas. Ada yang konyol, banyak yang konyol ternyata," tutur Hashim.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan surat edaran S-37/MK.02/2025 untuk menindaklanjuti Inpres penghematan anggaran tersebut. Surat itu disebar kepada seluruh menteri dan kepala lembaga. Surat itu juga ditujukan kepada Kapolri, Jaksa Agung, hingga pimpinan kesekretariatan lembaga negara.
Di dalam surat tersebut, Sri Mulyani mencantumkan daftar 16 pos belanja yang dipangkas. Mulai dari anggaran pembelian alat tulis dan kantor (ATK) hingga kegiatan seremoni.
Anggaran belanja ATK atau alat tulis kantor yang paling besar dipangkas, sampai 90%. Berikut daftar 16 pos anggaran belanja yang dipangkas:
1. Alat tulis kantor (ATK): 90 persen.
2. Percetakan dan souvenir: 75,9 persen.
3. Sewa gedung, kendaraan, dan peralatan: 73,3 persen.
4. Belanja lainnya: 59,1 persen.
5. Kegiatan seremonial: 56,9 persen.
6. Perjalanan dinas: 53,9 persen.
7. Kajian dan analisis: 51,5 persen.
8. Jasa konsultan: 45,7 persen.
9. Rapat, seminar, dan sejenisnya: 45 persen.
10. Honor output kegiatan dan jasa profesi: 40 persen.
11. Infrastruktur: 34,3 persen.
12. Diklat dan bimbingan teknis (bimtek): 29 persen.
13. Peralatan dan mesin: 28 persen.
14. Lisensi aplikasi: 21,6 persen.
15. Bantuan pemerintah: 16,7 persen.
16. Pemeliharaan dan perawatan: 10,2 persen.