RN - Heboh perang dagang Donald Trump dan kenaikan tarif 32 persen terhadap Indonesia dinilai sebagai hal politis. Semua pihak jangan panik karena dunia belum kiamat.
Pernyataan itu diungkapkan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla (JK). "Jangan khawatir, seakan-akan mau kiamat dunia ini," kata JK di kediamannya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (5/4).
Ia menilai kebijakan yang dikeluarkan Trump itu politis sebab tarif dikenakan pada negara, bukan per komoditas.
BERITA TERKAIT :Dampak Berat Tarif AS, Prabowo Sebut Industri Tekstil, Sepatu Dan Garmen
Putin Ngamuk Bom Kiev Ukraina, Gara-Gara Volodymyr Zelensky Ogah Damai?
"Ini agak lain. Biasanya, tarif impor itu berdasarkan komoditas. Baja berapa tarifnya? 10 persen. Atau mobil, berapa persen. Ini yang dilakukan negara, jadi ini lebih banyak politisnya sebenarnya. Karena negara yang dikenakan, bukan komoditasnya," ujarnya.
Di sisi lain, JK menilai pemerintah Indonesia juga perlu mengklarifikasi perihal barang dari AS yang masuk ke RI dikenakan pajak sebesar 64 persen.
"Inilah yang perlu pemerintah atau siapapun untuk mengklarifikasi. Kita kena 32 persen, apa benar barang Amerika kita kenakan pajak atau beban 64 persen? Dari mana itu 64 persen? Jadi, tugas kita untuk mengklarifikasi itu. Saya kira ini politis, lebih banyak efek pressure-nya," katanya.
JK juga mengelaborasi seputar tarif impor 32 persen tersebut. Ia mencontohkan ketika harga ekspor sepatu dari Indonesia ke AS adalah 15-20 dollar AS.
"Yang kena pajak 32 persen itu yang ini (harga impor US$15-US$20). Berapa harga jual di Amerika? Harga jual kalau anda beli, itu antara US$50-US$70 (di AS). Jadi, kalau US$20 dikenakan tarif 32 persen, itu berarti US$6,4. Cuma 10 persen efeknya (dari harga jual di AS). Yang bayar itu konsumen dan pengusaha Amerika (masing-masing dikenakan 5 persen). Efeknya tidak segegap gempita apa yang dikenakan," kata JK.
JK mengatakan hal itu serupa dengan ekspor sawit. Ia menyebut estimasi harga crude palm oil (CPO) yang diekspor Indonesia sekitar 1.000 dollar AS per ton. Kemudian ada produk turunan dari CPO itu yang bisa dijadikan sabun, minyak goreng, dan sebagainya yang harganya bisa 3-4 kali lipat lebih besar.
"Maka mereka (AS) tentu tidak mau dagangannya habis. Pasti mereka akan efisienkan, mungkin mengurangi biaya iklan, atau pegawainya, sehingga mereka bisa hemat 5 persen," ucap JK.
"Pasti itu, karena Amerika itu mahal di logistik. Mereka pasti efisienkan itu supaya jangan kehilangan konsumen. Akhirnya efeknya tidak besar untuk Indonesia, karena tidak mungkin Amerika berhenti beli sabun, beli sawit. Beli sepatu, atau beli spare part," imbuh dia.
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menerapkan kebijakan tarif baru impor ke AS pada Rabu (2/4) waktu setempat.
Dalam daftar yang dirilis pemerintah AS, produk ekspor Indonesia ke AS dikenakan tarif imbal balik 32 persen.
Nilai itu belum termasuk tarif global 10 persen yang berlaku universal untuk semua barang yang masuk ke negeri Paman Sam itu.