RADAR NONSTOP - Nahdlatul Ulama atau NU telah mengusulkan agar penggunaan sebutan kafir untuk warga negara Indonesia yang tidak memeluk agama Islam, tak lagi digunakan.
Hal ini menjadi salah satu poin pembahasan di Sidang Komisi Bahtsul Masail Maudluiyyah, Musyawarah Nasional Alim Ulama NU, yang digelar di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat.
Alasannya, para kiai dalam sidang itu sepakat bahwa penyebutan kafir dapat menyakiti para non-muslim di Indonesia. Pembahasan mengenai penggunaan kata kafir ini mencuat di sidang NU, lantaran muncul sekelompok masyarakat yang mulai memberikan atribusi diskriminatif.
BERITA TERKAIT :Serangan Fajar Di Bengkulu Rp 50 Ribu, Di Jakarta Berapa Nih?
Sekda Bengkulu Jadi Pengepul Duit Hasil Pemerasan ke Honorer, Rohidin Mersyah Mirip Drakula?
"Dianggap mengandung unsur kekerasan teologis. Karena itu para kiai menghormati untuk tidak gunakan kata kafir tapi 'Muwathinun' atau warga negara, dengan begitu status mereka setara dengan warga negara yang lain," ujar Pimpinan sidang, Abdul Moqsith Ghazali.
Menanggapi hal ini, Ustad Abdul Somad menegaskan, sebutan kafir sudah ada sejak jaman dahulu dan ada dalam Al-qur’an. “Tidak bisa, masa qul ya ayyuhal kafirun jadi dibacanya qul ya ayyuhal non muslim,” ujarnya disambut gelak tawa jamaah.
Ustad Abdul Somad juga mengajak umat Islam agar membedakan mana yang batik dan yang hak, hitam dan putih.