RADAR NONSTOP - Kepolisian Resor Jakarta Utara dinilai telah melangkahi aturan. Polisi hanya berhak menangkap seseorang atas dugaan pelanggaran pidana pemilu sebagai tindak lanjut dari pelaporan kepada Bawaslu saja.
Begitu dikatakan Anggota Tim Advokat Hukum Gerindra, Yupen Hadi, menanggapi operasi tangkap tangan terhadap salah satu anggota timses Mohamad Taufik, Charles Lubis.
"Kami meyakini bahwa polisi tidak memiliki hak dan kewenangan dalam melakukan hal itu," ujar Yupen di Seknas Prabowo-Sandi, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (16/4/2019).
BERITA TERKAIT :Yang Klaim Penyelenggara Pemilu Dukung RIDO Berpotensi Kena Somasi, Sama Dengan Sebar Hoax
330 TPS Pilkada DKI Dinilai Rawan, Yang Bikin Gaduh Bakal Diborgol
Yupen menyampaikan, mekanisme itu diatur dalam Pasal 1 ayat (38) UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu. Setiap penegakan hukum terkait pemilu dilakukan melalui Sentra Gakkumdu yang beranggotakan Bawaslu, Polri, juga Kejaksaan.
"Penegakan hukum dalam ranah pemilu, itu hanya boleh dilakukan oleh Sentra Gakkumdu," ujar Yupen.
Sementara, penangkapan Carles di depan kediaman Taufik di Warakas, Jakarta Utara, Senin kemarin, 15 April 2019, dilakukan secara tiba-tiba. Polisi menduga Carles sedang membawa amplop-amplop yang berisi uang untuk keperluanmoney politic.
"Dalam hal ini saudara Carles Lubis, ditangkap dalam skema OTT. Diambil langsung dari tempatnya," ujar Yupen.
Yupen mempertanyakan kapasitas Polres Jakut melakukan hal itu. Sebab sebelumnya, tidak ada pula pelaporan kepada Bawaslu bahwa Carles diduga menjadi pelaku money politic.
Lagipula, Yupen menekankan, amplop-amplop berisi uang yang dibawa Carles, akan dibagikan kepada para saksi TPS dari Ketua DPD Gerindra DKI Muhammad Taufik yang menjadi caleg, bukan untuk money politic.
"Kami meyakini bahwa polisi tidak memiliki hak dan kewenangan dalam melakukan hal itu (penangkapan Carles), sepanjang dalam urusan pemilu."