RADAR NONSTOP - Partai Golkar meminta lima jatah kursi menteri. Porsi ini karena Golkar berada pada posisi kedua dalam pileg.
Anehnya, yang secara terbuka adalah Ketua Dewan Pakar Golkar Agung Laksono. Biasanya, soal urusan jatah menteri yang bicara adalah sang ketua umum yakni Airlangga Hartanto.
Kabar beredar, Agung sengaja menyorong lima nama. "Agar orangnya jadi menteri," celetuk kader Golkar yang namnya enggan disebutka.
BERITA TERKAIT :Golkar Sudah Disahkan Kemkum, Gugatan Ke Bahlil Tetap Jalan
Idrus Marham Bersinar Lagi, Diangkat Jadi Waketum Golkar Bareng Bamsoet
Sementara Agung mengaku di internal partai sudah ada pembicaraan untuk mengusulkan nama menteri. Sejauh ini ada enam kandidat yang sering dibahas.
"Tentu tidak bisa semua karena terbatas tapi wajarlah sebagai pemenang kedua dapat lima kursi. Tidak perlu sepuluh kursi seperti PKB," kata Agung di kantor DPP Golkar, Jakarta Barat, Senin (27/5).
Dua dari enam nama yang diajukan yakni Airlangga Hartanto dan Agus Gumiwang Kartasasmita, duet yang kini juga sedang duduk sebagai menteri. Selain itu, ada beberapa nama yang dianggap kompeten seperti Ilham Akbar Habibie (putra BJ Habibie), Ponco Sutowo, Ganjar Razuni dan Indra Bambang Utoyo.
Agung mengatakan, nama-nama tersebut saat ini tengah diserap oleh DPP Golkar. "Kami (dewan pakar Golkar) tidak langsung mengajukan ke presiden, itu urusan DPP Partai Golkar," tambah dia.
Agung juga menyampaikan fokus partainya di kabinet Jokowi periode kedua. Golkar menginginkan posisi di bidang ekonomi, sosial dan teknologi. "Itu sebagai hak prerogatif presiden, kami hanya menyampaikan bahwa Partai Golkar cukup banyak yang siap," imbuh Agung.
Menurutnya, keinginan partai di pos strategis bukan tanpa dasar. Sebab di kabinet Jokowi yang pertama, menteri-menteri yang berasal dari Golkar telah menempati posisi itu.
"Kalau saya lihat, itu meneruskan yang sudah ada di bidang ekonomi, sosial bahkan di teknologi," ucap mantan Ketua DPR ini.
Jokowi saat buka puasa dengan HIPMI telah menyatakan, kalau calon menterinya harus yang bisa kerja dan mampu mengeksekusi program. "Tidak batasan soal parpol dan nonparpol," ungkapnya.