RADAR NONSTOP - Iming-iming hidup mewah dan mendapat jaminan duit menjadi modus para pelaku perdagangan orang. Saat ini ada 29 cewek yang menjadi korban dan dijual ke Tiongkok.
Sang germo atau makcomblang menawari korban untuk menikah dengan pria Tiongkok. Jika oke, maka akan mendapatkan uang mahar Rp 20 juta.
Sesampainya di Tiongkok, sang korban diperlakukan seperti budak seks. Monika adalah salah satu korban yang merasakan itu.
BERITA TERKAIT :Pacaran Tapi ML, Setelah Hamil Bayinya Dibuang Di Pondok Aren Tangsel
Dugaan Pelecehan Seksual di SMKN 56, Wakil Ketua DPRD DKI Minta Disdik Tindak Tegas
Wanita 23 tahun asal Pontianak, Kalimantan Barat itu pun membeberkan awal mula dirinya sampai menjadi korban.
Awalnya, ia diperkenalkan temannya dengan seorang perekrut di Pontianak yang biasa disebut makcomblang.
Monika mengungkap, prekrut ada dua orang. Satu asal Tiongkok dan satunya lagi dari Indonesia.
Makcoblang itu menjanjikannya bakal mendapat Rp20 juta ditambah jaminan kesejahteraan untuk dirinya dan keluarganya.
Setelah setuju, ia dipertemukan dengan seorang pria asal Tiongkok yang akan menikahinya.
“Saya dipertemukan dua pria Tiongkok di Pontianak, ditawari nikah dengan dia. Saya enggak mau dan saya dicarikan pria lainnya oleh makcomblang,” bebernya di gedung Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jakarta Pusat, Minggu (23/6/2019).
Selanjutnya, ia dibawa ke Singkawang, Kalimantan Barat, oleh makcomblang untuk dipertemukan dengan dua orang pria Tiongkok.
“Bertemu di sebuah rumah. Habis itu kami melakukan pertemuan dan ditanya setuju apa tidak menikah dengan laki-laki Tiongkok itu,” akunya.
“Saya tanya aman enggak di sana karena nikah sama orang luar negeri. Kata dia ‘kamu di sana hidupnya enak nanti’. Oke lah saya mau yang ini, saya pilih salah satu laki-laki itu,” katanya.
Tak menunggu lama, ia langsung melaksanakan prosesi pernikagan yang sudah disiapkan agen tersebut. Monika menerima cincin kawin dan uang mahar Rp19 juta.
Usai menikah, Monika disuruh kembali ke rumahnya dan esoknya, ia dibawa makcomblang asal Jakarta ke sebuah rumah untuk menandatangani surat nikah.
“Di situ ada dua orang laki-laki, saya enggak kenal. Dia tanya saya, benar mau ikut ke Tiongkok, saya bilang oke mau, abis itu saya tanda tangan surat (nikah) itu,” jelasnya.
Sepekan kemudian, ia lalu diberangkatkan ke Tiongkok melalui bandara Internasional Soekarno-Hatta pada 18 September 2018, tanpa suaminya. Di sana, bertemu dengan agen asal Tiongkok.
“Saya disambut lagi sama dua orang Tiongkok. Itu adik bos besar (agen) Tiongkok. Lalu berangkat, saya terbang ke Tiongkok bertiga,” ungkapnya.
Setibanya di Tiongkok, ia tak langsung diantarkan ke rumah suaminya, melainkan ke sebuah apartemen dimana terdapat tiga wanita asal Indonesi lainnya.
Baru keesokan harinya Monika dijemput keluarga suaminya dan dibawa ke rumah mertuanya.
Bukannya kebahagiaan yang ia dapat. Sebaliknya, Monika mengaku kerap kali mendapat perlakuan tak manusiawi dan kekerasan, baik dari suaminya maupun dari mertuanya.
Bahkan, Monika juga mengaku pernah dirinya sampai ditelanjangi lantaran menolak berhubungan seks dengan suaminya.
“Pas saya lagi datang haid itu saya tidak melayani suami saya. Saya dimarahi mertua dan telanjangi pas musim dingin,” katanya.
“Saya kan enggak mau nurut, saya nangis terus di sana karena ditelanjangi. Lalu saya minta pulang, saya disuruh tidur di luar saat musim dingin,” ungkapnya.
Tak hanya itu, Monika juga mengaku dipekerjakan tanpa jam kerja yang jelas serta tidak diberi upah oleh mertuanya.
“Saya juga dipekerjakan sama mertua merangkai bunga, saya dipekerjakan dari jam 7 pagi sampai jam 7 malam,” tuturnya.
“Dipaksa kerjanya harus cepat kalau telat dimarahi. Saya enggak dikasih uang sama sekali,” tutup Monika.
Untuk diketahui, dari data Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jakarta, 29 wanita korban TPPO tersebut berasal dari dua daerah berbeda.
Rinciannya, 13 wanita asal Kabupaten Senggau Kalimantan Barat. Sedang 16 lainnya berasal dari Jawa Barat.
Sekjen SBMI Jakarta, Bobi Anwar Ma’arif meyakini, apa yang dialami 29 wanita tersebut adalah tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Karena unsur didalamnya terpenuhi. Seperti proses, cara dan tujuannya, sesuai dengan UU Nomor 21 tahun 2007 tentang TPPO Pasal 2 dan pasal 4,” tegasnya.