RADAR NONSTOP - Dua pasal dalam Perda Perpasaran diubah diam - diam oleh oknum tidak jelas. Imbasnya, perda tersebut mengancam keberadaan pedagang kecil.
“Perubahan itu menyebabkan Perda Perpasaran jadi ancaman bagi UKM. Tidak pro rakyat dan berpihak kepada pengusaha,” terang anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta, Ruslan Amsyari, kepada awak media di Kebon Sirih, Senin (22/7/2019).
Prihatin dengan kondisi ini, Ruslan berjanj akan membawa kasus pengubahan ayat (1) dan (2) pasal 37 Perda Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perpasaran, ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). “Segera akan saya gugat ke PTUN," tegasnya.
BERITA TERKAIT :Dongkrak PAD, Anggota DPRD Kota Bekasi: Kepala OPD Harus Memastikan Kinerja Perangkatnya
Ketua Komisi II DPRD Kota Bekasi, Latu: Pakuwon Harus Beri Kompensasi JalanĀ
Dikatakannya, langkahnya ini didukung tujuh fraksi, antara lain Fraksi PDIP, Gerindra, Hanura dan PPP, namun apakah gugatan ke PTUN akan ia daftarkan sendiri atau dengan menunjuk kuasa hukum, masih ia pertimbangkan.
"Saya juga masih akan mencari masukan dari segi hukum untuk memperkuat materi gugatannya," kata dia.
Ruslan menjelaskan, kedua ayat dalam Perda Perpasaran yang diubah itu mengatur tentang jarak antara pasar tradisional dengan pasar modern (ayat 1), dan waktu realisasi pembongkaran pasar modern yang melanggar aturan tentang jarak tersebut (ayat 2).
Perubahan ini membuat pedagang di pasar tradosional dan pedagang kecil, terancam, karena jarak antara tempat usaha mereka dengan pasar modern seperti minimarket, supermarket dan hypermarket tidak ada lagi. “Mereka semua bisa bangkrut,” ujarnya dengan nada kesal.
Setelah diubah, beginilah bunyi ayat (1) dan (2) pasal 37 Perda Nomor 2 Tahun 2018:
Ayat (1): Pendirian Pusat Perbelanjaan wajib berpedoman pada Rencana Tata Ruang Wilayah dan Detil Tata Ruang Wilayah Provinsi/Kota Administrasi/Kabupaten Administrasi, termasuk peraturan zonasi
Ayat (2): Pusat Perbelanjaan dalam melakukan kegiatan usahanya harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini.
Soal jarak diatur pada ayat (3) pasal 37, namun bunyinya begini: "Ketentuan mengenai jarak antara Pusat Perbelanjaan dengan Pasar Rakyat dan antar Pusat Perbelanjaan sejenis mengacu kepada tata ruang wilayah dan rencana detil tata ruang wilayah Provinsi/Kota Administrasi/Kabupaten Administrasi termasuk peraturan zonasi yang berlaku".
Ruslan menegaskan, dengan menggugat ke PTUN, dirinya berharap Perda tersebut dapat dinyatakan tak berlaku secara hukum.
"Selain itu, saya juga ingin melihat siapa oknum-oknum yang mengubah bunyi ayat (1) dan (2) itu yang merupakan hasil kesepakatan di Rapimgab (Rapat Pimpinan Gabungan) dan Bapemperda (Badan Pembuat Peraturan Daerah), karena saat kasus disidangkan, anggota Bapemperda maupun pimpinan Dewan yang menandatangani Perda itu pasti akan dipanggil dan diperiksa sebagai saksi," imbuhnya.
Sebelumnya, Ruslan mengatakan kalau ia akan menggunakan hak inisiatif Dewan untuk mengembalikan bunyi ayat (1) dan (2) tersebut dengan cara merevisi Perda Nomor 2 itu. Ia bahkan telah meminta dukungan dari anggota Dewan yang lain untuk dapat menggunakan hak itu, dan hingga hari ini sudah 20 anggota Dewan yang menandatangani pernyataan dukungan.
Namun, lanjutnya, karena Perda Nomor 2 Tahun 2018 baru disahkan pada 16 November 2018, ia menilai tak elok jika Perda itu langsung direvisi, sehingga akhirnya ia putuskan untuk juga membawa kasus ini ke jalur hukum.
Apalagi, katanya, karena selain ada indikasi pidana pada pengubahan kedua ayat itu, ia juga telah menanyai beberapa anggota Bapemperda tentang siapa yang mengubah bunyi ayat (1) dan (2) tersebut, tapi tak ada yang mengaku.
"Untuk penggunaan hak inisiatif, surat pemberitahuan untuk penggunaan hak itu sedang saya siapkan. Insya Allah Rabu (24/7/2019) akan dikirimkan ke Gubernur, Bapemperda, pimpinan fraksi, pimpinan komisi, BKD (Badan Kehormatan Dewan) dan Perumda Pasar Jaya. Isinya tentang permohonan revisi Perda Nomor 2 Tahun 2018," katanya.
Perubahan ayat (1) dan (2) pasal 37 Perda Nomor 2 Tahun 2018 baru diketahui saat Ruslan menyosialisasikan Perda itu kepada konstituennya di kawasan Pondok Pinang, Jakarta Selatan, sekitar Desember 2018.
Perubahan itu mengagetkan, karena saat Perda Nomor 2 Tahun 2018 akan disahkan dan masih berupa Raperda, bunyi ayat (1) dan ayat (2) pasal 37 masih sama dengan hasil yang disepakati dalam Bapemperda dan Rapimgub yang juga dihadiri para pimpinam fraksi dan komisi.
Diduga perubahan bunyi ayat (1) dan (2) itu terjadi setelah Raperda disahkan menjadi Perda pada 16 November 2018, atau saat pengesahan diam-diam draft Raperda telah diganti dengan draft yang lain yang bunyi ayat (1) dan (2) pasal 37-nya telah diubah.