RADAR NONSTOP- Pendidikan di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) bakal memiliki terobosan baru. Melalui Gerakan Sekolah Bersih dan Menyenangkan (GSBM) yang digagas Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Tangsel.
Melalui Gerakan ini,anak bakal diasah agar mempunyai kemampuan keinggintahuan, kreativitas hingga skill kolaborasi dan pengelolaan emosional anak berdampak pada ramah lingkungan, itu perlu kiranya dikuatkan dengan regulasi peraturan Wali Kota.
Pemkot Tangsel melalui Dinas Pendidikan telah melakukan kolaborasi dalam gerakan itu dengan menggandeng Sinar Mas Land dan pendiri sekaligus penggagas Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal, melalui beberapa gelaran workshop.
BERITA TERKAIT :DPRD Tangsel Tancap Gas, Kebut 12 Raperda Di 2025
Modus Baru Hipnotis Di Serpong Tangsel, ATM Ditukar Lalu Dikuras, Duit Belanja Emak-Emak Ludes
Menurut Muhammad Nur Rizal, ketika dikonfirmasi Radarnonstop.co (Rakyat Merdeka Group) melalui selulernya menyampaikan, perlu terobosan regulasi melalui peraturan walikota dalam mendukung transformasi dan penyebaran Gerakan Sekolah Menyenangkan di sekolah-sekolah yang ada di Tangsel.
Orientasi dan tujuan peraturan (perwal) itu, kata Dosen Tehnik Informasi UGM tersebut ditujukan agar ekosistem sekolah tidak hanya ramah pada anak, tapi juga ramah guru dan lingkungan.
"Ramah anak diwujudkan dengan dikeluarkannya perwal untuk mengurangi penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) dan ujian harian diganti dengan pembelajaran kontekstual berupa proyek studi lapangan untuk menyelesaikan persoalan sehari-hari di lingkungan sekitarnya. Sekaligus menyelesaikan kecukupan materi pelajaran di kurikulum,"terang Muhammad Nur Rizal, Selasa (30/7/2019).
Kendati demikian, Muhammad Nur kembali menjelaskan, bahwa dalam penilaiannya juga diatur tidak mengukur berdasarkan nilai ujian. Melainkan penilaian umpan balik atas proses belajar siswa yang mengukur aspek intelektual, sosial, emosional hingga spiritual (kebaikan universal) siswa sebagai bagian dari warga masyarakat.
"Anak akan terasah kemampuan keingintahuannya, kreativitasnya hingga skill kolaborasi dan pengelolaan emosinya. Pembelajaran kontekstual ini akan berdampak pada ramah lingkungan,"jelasnya.
Sedangkan ramah guru, Muhammad Nur kembali tegaskan, bahwa perwal nantinya harus memfasilitasi guru. Dalam fasilitas itu memiliki tiga hal untuk peningkatan profesional guru.
Peningkatan itu yakni, guru punya ruang otonomi merancang kurikulum kelas di sekolah dalam menerjemahkan kurikulum pusat dan meracik metode pembelajaran yang tepat.
Guru diberi ruang untuk membuat "peer support group" baik online melalui media sosial atau offline (melalui KKG, MGMP) untuk bertukar praktik perubahan di sekolah, share pengamatan kelas, melakukan joint teaching, kerja tim dan sebagainya.
Guru diupdate kapasitas belajar dan pengetahuannya melalui penciptaan kelas berbagi melalui training Gerakan sekolah menyenangkan atau peningkatan skill lainnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Tangsel, Taryono, setuju dengan adanya terobosan tersebut.
Menurut Taryono, jika bangsa Indonesia menginginkan sebuah bangsa yang maju dan memiliki daya saing yang tinggi dan berkualitas, terbebas dari kekerasan, perkelahian, dan lain-lain, maka kuncinya terletak pada dasar yang tidak bisa diabaikan.
Dasarnya, kata Taryono yakni menciptakan pendidikan yang baik, yang dilakukan dengan berakar pada pembangunan kakrakter (Caracter building).
Taryono berpendapat, bagi para guru dengan cara mengubah strategi mengajar tidak selalu konvensional, mengajar dengan memberikan suasana yang gembira membuat program dimana guru dan murid tidak hanya belajar dikelas.
Menurut dia, program guru dan murid membuat program diluar kelas dan lebih memanfaatkan sumber-sumber yang ada di luar yang berbasis Entrepreneur D.
"Saya setuju, artinya sekolah bukan hanya guru mengajar tetapi juga harus lebih memanfaatkan dunia luar. Selalu memberikan apresiasi atau pujian sentuhan, pemberian piagam penghargaan dan lain sebagainya atas keberhasilan,"jelas Taryono.
Dengan adanya program itu, pihaknya berharap, sekolah harus mampu menjadi rumah kedua bagi para siswa yang menjamin kenyamanan, ketentraman. Didalamnya dengan mengubah pola asuh dari dokrinisasi menjadi apresiasi dan demokratisasi (kebebasan memilih) namun masih dalam koridor yang sesuai.